Soal PT IBU, Herman Khaeron Apresiasi Penegakan Hukum Bidang Pangan
Menurut Herman, jika beras itu raskin/rastra tentu ada peraturannya sehingga kalau disalahgunakan pasti melanggar hukum.
Namun, jika yang dimaksud adalah petani yang mendapat subsidi produksi, belum ada aturan atas hasil produksinya.
“Termasuk harus dijual ke siapa dengan ketetapan harga tertentu karena belum ada aturannya. Kecuali ada inpres 5 tahun 2015 yang mengatur harga pembelian pemerintah (HPP) yang saat ini menjadi harga patokan pembelian pemerintah kepada petani/pelaku usaha melalui pengadaan Bulog, dan aturan harga eceran tertinggi (HET) yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah,” imbuh Herman.
Karena itu, sambung Herman, jika yang dimaksud adalah beras hasil petani yang disubsidi atau yang mendapat bantuan saprotan dan saprodi, belum ada peraturan yang mengikat terhadap hilirnya.
Menurut dia, subsidi dan berbagai bantuan saprotan dan saprodi dimaksudkan agar usaha petani lebih kompetitif, produktif, dan petani mendapatkan benefit.
Dengan penguasaan lahan pangan yang sempit, usaha petani kurang ekonomis, sehingga harus dibantu dan diringankan biaya peroduksinya.
Menurutnya, hal itulah pentingnya subsidi dan bantuan tersebut bagi petani.
“Kami juga mempertanyakan dihapusnya Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Kementerian Pertanian karena tidak ada yang urus di hilirnya petani. Saya juga berharap petani jangan dijadikan mesin produksi, tapi harus menjadi subjek penyedia pangan dan terlibat sampai kepada procesing hasil produksinya, bahkan sampai ke pasar. Dengan begitu, benefit-nya dapat dirasakan petani,” kata Herman.