Soroti Dugaan Bullying PPDS, DPR: Ini Pidana dan Harus Ada Reformasi Sistem
Di sisi lain, Arzeti menilai reformasi pendidikan harus melibatkan berbagai pihak, termasuk mahasiswa, dosen, dan pihak independen, untuk memastikan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung kualitas akademik yang tinggi.
“Perbaikan yang dilakukan harus transparan dan bisa diakses oleh publik. Masyarakat berhak tahu apa yang sedang dilakukan oleh Pemerintah dan institusi pendidikan untuk mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan,” ujar Arzeti.
Arzeti menyampaikan perundungan ini dapat berdampak jangka panjang bagi korban sehingga perlu ada pendampingan khusus untuk korban bullying agar pulih lebih cepat.
"Bahayanya bullying ini bisa berdampak jangka panjang di mana orang tersebut akan mengalami trauma. Budaya ini harus diberantas, selain itu perlu adanya pendampingan khusus bagi korban bullying agar pulih lebih cepat," ucap anggota BKSAP DPR RI itu.
Pemerintah dalam hal ini Kemenkes telah mengakui bahwa masih banyak kasus bullying dan perundungan di lingkungan PPDS).
Dari data Kemenkes hingga Agustus 2024, diketahui ada 234 laporan perundungan di PPDS dengan program studi (prodi) penyakit dalam menjadi yang paling banyak.
Dari data Kemenkes juga diketahui, ada 399 dokter yang mengalami depresi dengan kategori berat dan berniat mengakhiri hidup berdasarkan survei di lingkungan PPDS. Kemenkes mengungkap, dr. Aulia menjadi salah satu peserta PPDS yang ikut dalam penelitian, dan hasilnya almarhumah mengalami depresi akibat perundungan dari para seniornya.
“Data-data ini kan sudah jelas ya. Maka tidak perlu lagi ada pihak-pihak yang melakukan pembelaan diri, apalagi sampai menutup-nutupi budaya perundungan di lingkungan PPDS. Sekarang waktunya berbenah, karena mata rantai perundungan harus diputus,” ujar Arzeti.