Soroti Kegagalan Jokowi, Aktivis '98 Dorong Petisi Penuntasan Peristiwa 27 Juli
jpnn.com, JAKARTA - Penyelamat Reformasi Indonesia menggelar diskusi publik dengan tema "Masa Gelap Demokrasi Sabtu Kelabu 27 Juli 1996" di Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 27, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu sore (28/7).
Ketua Front Penyelamat Reformasi Indonesia Mustar Bonaventura mengatakan peristiwa yang terjadi sekitar 28 tahun lalu itu sesungguhnya sangat melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Tindakan represif dipertontonkan secara terang-terangan dan korban banyak berjatuhan.
“Peristiwa itu juga sebagai tanda secara terbuka terjadi pembunuhan terhadap demokrasi dari elit penguasa saat itu. Peristiwa yang terjadi sebelum jatuhnya rezim orde baru itu adalah peristiwa kelam yang hingga kini belum mendapatkan keadilan,” tegas Mustar.
“Padahal peristiwa tersebut adalah peristiwa bersejarah awal mula perjuangan kembalinya demokrasi diperjuangkan secara militan oleh seluruh lapisan rakyat,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Mustar mengatakan jika para korban, aktivis, akademisi, kelompok civil society dan pro demokrasi menyampaikan petisi bahwa untuk menyelesaikan peristiwa kelam 28 tahun lalu itu dibutuhkan segera dibentuk pengadilan HAM Berat adhoc untuk mengadili aktor-aktor pelaku peristiwa 27 Juli 1996.
“Rezim Jokowi gagal menegakan keadilan dan gagal menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia. Bahkan bermesraan dengan para aktor peristiwa 27 Juli 1996. Kami akan terus berjuang untuk menegakan keadilan dan kemanusiaan sampai kapanpun,” tandasnya.
Sejumlah aktivis 98 ikut hadir dalam diskusi tersebut. Salah satunya Firman Tendry. Dalam diskusi tersebut dia berpendapat bahwa pemerintahan mendatang merupakan pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi jilid III. Sebab, Presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming ke depan akan melanjutkan kebijakan dari Jokowi.