Soroti Parpol Terkait Penggunaan Hak Angket di DPR, Petrus Selestinus: Melecehkan
jpnn.com, JAKARTA - Pandangan Partai Nasdem yang menginginkan adanya perjanjian tertulis bahkan secara Notariil atau perjanjian tertulis dengan PDIP untuk penggunaan Hak Angket DPR RI merupakan pandangan yang merendahkan derajat kekuatan mengikat dari UUD 1945, UU MD3 dan Peraturan Tata Tertib DPR ketika negara dan rakyat memerlukan.
“Mengapa merendahkan sekaligus melecehkan, karena hak angket itu tidak melekat pada partai politik, tetapi pada UUD 1945, UU MD3, pada Tatib DPR dan pada anggota DPR RI itu sendiri, terlebih-lebih demi kepentingan rakyat, yang terdampak buruk akibat kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan UU dan merugikan rakyat,” ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus, Jumat (15/3).
Menurut Petrus, ketika hak angket DPR itu hendak digunakan, tetapi disertai dengan embel-embel perjanjian antarpartai politik, maka hak angket itu akan menjadi ‘objek perjanjian’ yang sifatnya ‘transaksional’ dan berpotensi dibelokkan pada tujuan lain di luar kepentingan rakyat.
Petrus menegaskan harus digarisbawahi bahwa hak angket anggota DPR itu diberikan oleh Pembentuk UU bukan tanpa syarat, melainkan karena terdapat kewajiban DPR yang terkorelasi dengan fungsi DPR sebagai "representasi rakyat", yaitu untuk melindungi rakyat ketika terdapat kebijakan pemerintah sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan, terjadi penyimpangan dan berdampak luas dan merugikan kehidupan rakyat banyak.
Daulat Rakyat Bergeser
Petrus berpandangan penggunaan hak angket dalam persoalan Pemilu sangat tepat. Sebab, menyangkut hal strategis dan penting terkait dengan konstitusionalitas hak rakyat yang berdaulat untuk memilih DPR, DPD, DPRD dan Presiden RI secara luber dan jurdil, tetapi dalam proses pelaksanaannya diduga diselewengkan demi Dinasti Politik dan Nepotisme.
Secara hukum positif, kata Petrus, Dinasti Politik dan Nepotisme merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana penjara oleh TAP MPR No. XI/MPR/1998 dan oleh UU No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Oleh karena itu, di dalam UU Pemilu jelas dikatakan bahwa Pemilihan Umum adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih Anggota DPR, DPD, DPRD dan Presiden secara Luber dan Jurdil dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pemilu yang Luber dan Jurdil menjadi asas pemilu di dalam UUD 1945.