Sosialisasi E-KTP Kurang Munculkan Berbagai Persoalan
Terkait perlu tidaknya penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), Trubus mengaku boleh-boleh saja kalau memang persoalan jadi perdebatan di di publik.
Menurut Trubus, perppu itu diperbolehkan. Penerbitan perppu juga bersifat objektif dan subjektif.
Kalau subjektif misalnya terkait kegentingan yang memaksa dan itu kewenangan sepenuhnya presiden. Sedangkan objektif, ujar dia, sebagaimana yang sudah diputus oleh Mahkamah Konstitusi antara lain soal kebutuhan yang mendesak, ada kosongan, dan aturan yang tidak memadai.
"Kalau ada aturan yang tidak memadai boleh ada perppu, itu objektif tetapi kalau misalnya subjektifnya dalam pengertian presiden boleh mengambil, saya pikir ya saja," katanya.
Hanya saja, Trubus mengatakan, jangan sampai persoalan ini jadi politis terlebih pilpres tinggal 49 hari lagi.
Solusi lain, ujar dia, bisa pula dibuat aturan turunannya seperti peraturan pemerintah atau PP sendiri. "Misalnya pasal 63 itu dibuat PP saja. Selama ini kan tidak ada PP-nya," ungkapnya.
Menurut dia, membuat PP memerlukan waktu yang tidak lama. Cukup 10 pakar dikumpulkan untuk membuat drafnya. "Dalam waktu tidak dampai sebulan selesai itu, maka jadilah PP dan ditandatangni pemerintah," pungkasnya. (boy/jpnn)