Sri Mulyani Diminta Tidak Menjerumuskan Indonesia pada World Bank dan IMF
"Termasuk dana APBN yang ada BA99 yang selama ini dikelola oleh Menteri Keuangan Sebagai Bendahar Umum Negara," ucap Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini.
Bahkan kalau perlu pemerintah bisa meminjam sebagian dana simpanan milik LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) yang mencapai lebih Rp150 triliun sebagai cadangan darurat oleh negara untuk keperluan mendadak. Sebab, uang tersebut tersedia dan sangat siap untuk dipinjam negara bila perlu karena posisi dananya memang tidak sedang digunakan.
Selain itu, ada cadangan devisa negara yang dikelola oleh Bank Indonesia (BI) sekitar 130 billion USD atau setara dengan lebih 2.000 triliun rupiah bila kurs saat ini 16.800 rupiah per USD.
Karena BI tidak sepenuhnya menggunakan cadangan devisa untuk operasi moneter menjaga stabilitas nilai tukar rupiah saja seperti saat ini. tetapi bisa untuk hal lain yang lebih urgen.
Opsi lainnya, pemerintah cukup dengan menerbitkan open end Surat Utang Negara (SUN) yang khusus dibeli oleh Bank Sentral dan meminta BI membeli SUN tersebut dengan asumsi bunga di bawah 5%.
"Kalau pemerintah menerbitkan SUN senilai 20 billion USD akan setara dengan 336 triliun rupiah," jelas Ketua DPP Gerindra ini.
Kebijakan seperti ini menurutnya harus diambil. Sebab, kalau kita menerbitkan global bond di saat pasar global sedang terimbas Covid19, maka imbal balik atau rate return SUN yang diterbitkan oleh Indonesia akan sangat mahal biayanya. Pasalnya, momentum ini jadi kesempatan bagi fund manager asing untuk memeras institusi negara yang sedang membutuhkan uang.
Opsi-opsi pendanaan itu, kata legislator kelahiran Sukabumi ini, sudah lebih dari cukup untuk mengatasi corona. Dengan begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak perlu menjerumuskan Indonesia dalam lilitan utang IMF/World Bank.