Stereo Alor
Oleh: Dahlan IskanKetika Adharta SD, ayahnya dipindah ke Pelni Surabaya. Kantornya di dekat tugu Pahlawan. Di sebelah kantor lama Surabaya Post. Saya juga pernah berkantor sebentar di situ. Di majalah Liberty-nya Goh Tjing Hok.
Adharta sekolah di SD negeri. Satu sekolahan dengan Wapres Try Sutrisno. Lalu masuk SMA Frateran di belakang kantor pos. Sarjananya teknik sipil Trisakti. Master manajemennya di Prasetya Mulya.
"Sesekali saya masih ke Kalabahi. Biasanya kalau lagi ching bing. Ke makam. Masih banyak keluarga di sana," katanya.
Seharusnya saya ikut rapat stunting Adharta kemarin. Yang diundang para aktivis kesehatan: Ada dr Lie Dharmawan, Daniel Tjen, Prof Soewandi, Prof Susanto, Prof Santoso, Prof Nafsiah Mboi, Prof Chandra Motik, dan Prof Henry.
Adharta masih berharap telinganya bisa kembali stereo. Ia memang tidak ke dokter THT lagi, tetapi terapi telinga terus dilakukan:
1. Daun telinga di tarik-tarik, dipijit-pijit, dan diputar-putar.
2. Lakukan tekanan jari pelan-pelan ke lubang telinga.
"Ada usulan disembuhkan dengan hyperbaric. Saya pernah coba," katanya.
3. Pakai air tetes telinga yang mengandung antibiotik.
4. Pakai kain handuk dikasih air panas ditempel ke telinga. Pagi dan sore, 5 menit.
5. Latihan konsentrasi mendengar.
Fokus. Misalnya mendengarkan tv.
"Karena intinya itu konsentrasi saraf," katanya.
Tinggal satu saran yang belum dilakukan: tusuk jarum.