Suami Nuril tak Bisa Membayangkan Istrinya Dijemput Aparat
Dengan penghasilan pas-pasan, Isnaeni harus membiayai tiga anaknya yang masih sekolah, yakni Baiq RA, 17 tahun sekolah di SMAN 1 Praya, kemudian Baiq RE, 13 tahun sekolah di SMPN 1 Labuapi, dan paling kecil Lalu RF, 7 tahun baru masuk kelas 1 SDN 1 Bagek Polak, Lombok Barat. ”Saya yang menanggung semuanya,” kata Isnaeni.
Kini Nuril sang istri harus membayar denda Rp 500 juta, ditambang kurungan enam bulan. Baginya hukuman seperti itu sangat tidak masuk akal. Baginya, para koruptor saja tidak mendapat hukuman seberat itu.”Saya tidak pernah melihat uang sebanyak itu, apalagi memegangnya,” katanya.
Sebagai suami, ia akan berusaha membantu sang istri semampunya. Meskipun akan sangat berat, namun dia yakin bisa keluar dari cobaan maha berat itu. Bersama tim kuasa hukumnya, keluarga kini tengah mengajukan upaya peninjauan kembali (PK) atas putusan MA tersebut. ”Ini betul-betul tidak adil bagi kami,” sesalnya.
Nuril menjelaskan, yang dimaksud “Sekolah” dalam surat anaknya itu adalah penjara. Sebab selama dikurung, dia memberi tahu kalau sang ibu pergi sekolah.
Tidak kalah kaget dengan suaminya, Nuril pun benar-benar terpukul dengan keputusan MA itu. Begitu mendengar berita itu, perasaannya bercampur aduk, antara sedih, kesal dan menyesal. Jumat sore itu, perasaannya benar-benar kacau begitu mendapat kabar dari sang suami.
”Kayak kaki tidak berpijak di bumi lagi. Karena saya berpikir ke anak-anak. Bagaimana nasib mereka, siapa yang mengurus mereka. Itu terus yang terpikirkan,” tutur Nuril sambil mengusap air matanya.
Ia juga bingung bagaimana harus menjelaskan ke anaknya bila nanti dieksekusi. Bila mengingat wajah anaknya, Nuril hanya bisa menangis. Sehari setelah mengetahui putusan MA, Nuril pergi ke Praya menemui anaknya yang paling besar.
Di sana Ia memeluk sang anak erat-erat dan menumpahkan air mata. ”Ibu kenapa…kenapa bisa …?? kata anak saya karena dia yang paling paham,” tutur Nuril.