Sudah Jalan Tiga Jam, Bayi Keburu Lahir
Rabu, 15 Juli 2009 – 08:16 WIB
"Tak terhitung puluhan kali saya tiap malam harus menangis dan merasa kecewa dengan perlakuan itu. Tapi, di pagi harinya, setelah salat subuh, saya selalu berdoa dan kembali menemukan semangat lagi," kenang istri Asep Kurnia itu.
Momen keberhasilan Bidan Ros terjadi ketika ada wabah Prambusia atau Penyakit Merah, salah satu penyakit kulit yang menular pada 1999?2000. Ketika itu, dia memberanikan diri datang ke Badui Dalam dan menawarkan diri untuk mengobati penyakit itu dengan suntikan penisilin dan obat kulit. "Awalnya mereka menolak karena tubuh mereka harus dimasuki alat modern yakni jarum suntik," kenangnya.
Tapi, karena dalam keadaan terjepit, setelah mendapat persetujuan pimpinan adat, mereka pun menyediakan satu orang warga yang terkena Prambusia untuk dijadikan "percobaan?. Penyuntikan dan pengobatan pun dilakukan di hadapan puluhan pasang mata termasuk salah satu dukun lokal. Setelah melakukan beberapa kali pengobatan dan puluhan kilometer berjalan kaki bolak-balik dari pedalaman ke perkampungan, akhirnya pasien itu pun sembuh. Sejak saat itu, dari mulut ke mulut nama Bidan Ros mulai dikenal. Karena komunitas mereka yang terbatas, informasi pun cepat sekali menyebar sampai ke 59 kampung di Badui. "Dalam hal Prambusia, dukun Badui telah takluk sama tenaga medis," candanya.
Menurut Bidan Ros, orang Badui umumnya jarang mengalami sakit berat seperti hipertensi, jantung koroner, ginjal, atau gula. Karena itu, tidak heran bila ada orang Badui yang usianya sampai lebih dari 100 tahun. "Lebih banyak yang berobat ke saya karena penyakit-penyakit ringan seperti penyakit kulit, batuk, atau pilek," terang dia.