Surat Dakwaan e-KTP Tak Fokus, Cara Kerja KPK Jadi Sorotan
jpnn.com, JAKARTA - Cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyusun surat dakwaan perkara kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) mengundang kritik. Sebab, surat dakwaan perkara e-KTP justru tidak fokus pada perbuatan terdakwa.
Mantan Ketua Komisi Kejaksaan Halius Hosen menyatakan, terdakwa perkara e-KTP yang sedang disidangkan saat ini adalah Irman dan Sugiharto. Keduanya merupakan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (kemendagri) Irman dan Sugiharto.
Namun, Halius melihat surat dakwaan KPK justru tidak fokus ke terdakwa. “Ini jadi ke mana-mana. Mestinya fokus ke perbuatan korupsi terdakwa,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Kasus e-KTP Dilihat Dari Sudut Pandang Hukum Pidana di Jakarta, Senin (22/5).
Mantan jaksa itu menambahkan, surat dakwaan sebenarnya tak perlu tebal. Sebab, yang penting adalah mengonstruksikan perbuatan terdakwa dalam perkara pidana.
Karenanya, surat dakwaan harus jelas dan cermat. “Dua lembar pun bisa,” katanya.
Lebih lanjut Halius juga menyoroti kebiasaan KPK melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi. Padahal, justru Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menjadi satu-satunya auditor keuangan negara.
Selain itu, ada pula Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tentang pedoman pelaksanaan tugas bagi lembaga peradilan. Dalam SEMA yang ditujukan kepada ketua pengadilan tinggi dan pengadilan tingkat pertama itu, MA menegaskan bahwa institusi selain BPK tidak bisa menyatakan pendapat tentang kerugian negara.
Namun, KPK dalam berbagai perkara justru melibatkan BPKP. “Ini juga jadi problem konstitusi,” katanya.