Surat Dakwaan Sebut Irjen Napoleon Pakai 'Petinggi Kita' demi Tambahan Suap dari Djoko Tjandra
jpnn.com, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menyebut mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Napoleon Bonaparte meminta uang suap lebih banyak sebagai syarat penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar Red Notice Interpol di Indonesia.
Menurut JPU, Napoleon meminta suap Rp 7 miliar atau naik dari kesepakatan awal sebesar Rp 3 miliar sebagai syarat penghapusan nama Djoko S Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO).
Hal itu terungkap dalam persidangan perdana terhadap Napoleon di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (2/11) yang beragendakan pembacaan surat dakwaan.
Menurut JPU, uang suap untuk Napoleon berasal dari Djoko Tjandra yang berstatus buron perkara korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali. Adapun pengusaha Tommy Sumardi menjadi perantara suap dari bos PT Era Giat prima itu kepada Napoleon.
JPU menguraikan, semula Tommy menghubungi Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo selaku kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bareskrim Polri. Prasetijo lantas mempertemukan Tommy dengan Napoleon.
Syahdan, Tommy menemui Napoleon di Mabes Polri, Jakarta Selatan pada 16 April 2020. Singkat cerita, Napoleon menyetujui permintaan penghapusan red notice atas nama Djoko S Tjandra asal dibayar Rp 3 miliar.
Sebagai langkah awal, Tommy memberikan USD 100 ribu kepada Prasetijo. Namun, Prasetijo memotong uang tersebut setengahnya sebelum menyerahkannya kepada Napoleon.
"Setiba di ruangan Kadiv Hubinter, Brigjen Pol Prasetijo Utomo menyerahkan sisa uang yang ada sebanyak USD 50 ribu, namun terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan," tutur JPU.