Survei Pilkada Sidoarjo: Ahmad Muhdlor Ali Tertinggi, Kelana Aprilianto Kedua
Hasanuddin menggarisbawahi, semua kandidat masih memiliki ruang untuk meningkatkan popularitas-elektabilitasnya, mengingat ada waktu sekitar tujuh bulan hingga Pilkada. Jika ingin mengejar Muhdlor, kandidat lain harus semakin intens turun ke lapangan.
”Semua kemungkinan masih terbuka, bergantung pada kecermatan komunikasi publik, kekuatan jaringan, dan seberapa intens menggarap akar rumput,” ujar Hasanuddin.
Dia menerangkan, Muhdlor dipilih karena dinilai sebagai tokoh muda yang mencerminkan kebaruan, visioner dan mampu membawa harapan perubahan, serta berlatar belakang santri NU.
Adapun Kelana mempunyai keunggulan di mata pemilih karena dinilai sebagai pengusaha, sehingga ada harapan bisa memajukan ekonomi Sidoarjo. Sedangkan Nur dipilih karena dinilai berpengalaman di pemerintahan.
Dalam survei ini, Alvara juga mengukur tingkat kepuasan publik. Hasilnya, kepuasan publik Sidoarjo sebesar 55,4 persen. Warga paling tidak puas terhadap program pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan, penyediaan lapangan kerja, dan infrastruktur jalan.
”Kepuasan publik yang relatif tak tinggi, yaitu hanya 55,4 prsen, menjadi ruang bagi kandidat untuk mengasosiasikan diri bukan bagian dari kepemimpinan sebelumnya. Isu itu pula yang diambil seluruh kandidat dengan mengusung perubahan Sidoarjo. Sejauh mana bisa meyakinkan publik, itu akan ditentukan oleh efektivitas komunikasi kandidat untuk mencitrakan dirinya bahwa mereka akan menerapkan inovasi kepemimpinan yang berbeda dibanding era sebelumnya,” jelas Peneliti Senior Alvara, Harry Nugroho.
Temuan survei juga menyebutkan, 91,90 persen responden dekat/berafiliasi dengan NU; 7,74 persen ke Muhammadiyah, dan lainnya ormas-ormas agama selain NU dan Muhammadiyah.
”Secara sosiologis, kandidat yang mampu mengasosiasikan diri kepada ormas NU relatif lebih bisa diterima masyarakat Sidoarjo,” ujar Harry.