Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Swasembada Bawang Putih Melawan Opini Mafia Pangan

Rabu, 21 Agustus 2019 – 10:05 WIB
Swasembada Bawang Putih Melawan Opini Mafia Pangan - JPNN.COM
Bawang putih. Foto : Humas Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Impor komoditas pangan selama ini diketahui sangat menjanjikan bagi pihak tertentu, utamanya bawang putih yang hingga saat ini 95 persen lebih dipenuhi kebutuhannya melalui impor. Disparitas harga yang cukup lebar, antara harga di negara asal dan dalam negeri sangat menguntungkan bagi importir. Karenanya, cita-cita swasembada bawang putih pada 2021 menghadapi tantangan yang berat.

"Dulu kami pernah swasembada pada 1994. Kami mampu memenuhi sendiri kebutuhan bawang putih. Namun krisis ekonomi 1998 yang berujung pada ekonomi yang lebih terbuka (liberal) dengan ditandatangani letter of intent dgn IMF, impor produk pertanian termasuk bawang putih menjadi tidak terkendali. Kini ketergantungan bawang putih pada bawang putih impor sangat tinggi," ujar Direktur Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Yasid Taufik yang biasa dipanggil Yasid, di Jakarta (21/8).

Pemerintah menyadari ini tidak mudah, untuk mengembalikan kemampuan swasembada bawang putih nasional. Kebutuhan bawang putih nasional mencapai 580.000 ton per tahun dan lebih 95 persennya berasal dari impor. Melihat kondisi yang sangat bergantung kepada negara lain, maka Menteri Pertanian Amran Sulaeman berani untuk membalikkan keadaan, bahkan telah ditetapkan swasembada bawang putih harus diraih pada 2021.

Menurut kalkulasi, meraih swasembada hanya perlu lahan penanaman bawang putih sekitar 73 ribu hekatar, sementara berdasarkan indentifikasi lahan yang sesuai untuk penanaman bawang putih tersedia 600 ribu hektar.

"Sejalan dengan program swasembada tersebut, maka telah dirumuskan ketentuan bahwa setiap importir yang mengajukan RIPH memiliki kewajiban tanam 5 persen dari volume yang diajukan dlm RIPH. Disinilah tantangan penerbitan RIPH," jelas Yasid.

Akhir akhir ini muncul kasus bawang putih yang ditangani oleh KPK yang membawa nama Kementerian Pertanian. Dalam UU no 13/2010 mengenai Hortikultura, importasi produk hortikultura termasuk bawang putih terlebih dahulu harus mendapat izin impor dari menteri yang menangani bidang perdagangan, namun terkebih dahulu harus mendapat rekomendasi dari Menteri Pertanian. Mekanisme rekomendasi dan izin impor secara hormonis telah berjalan sejak tahun 2013, walaupun ketentuan ini terus mengalami perbaikan.

Dalam penerbitan RIPH Kementan menekankan persyaratan teknis yaitu terkait keamanan pangan. Bawang putih yang boleh masuk ke dalam negeri harus berasal dari bawang putih yang dibudidayan di lahan yang menerapkan standar Good Agriculrural Practise (GAP) dan penerapan standar pananganan pasca panen dgn menerapkan Good Handling Practises (GHP), RIPH tidak mengatur volume impor, sementara untuk volume impor ditentukan dalam izin impor yang dikeluarkan oleh Kemdag yang dikaitkan dengan kapasisas gudang yang dikuasai oleh importir.

Kasus OTT suap ijin impor bawang putih yang dilakukan KPK, Kementerian Pertanian memberikan kepercayaan sepenuhnya proses penuntasan kasus tersebut kepada KPK. Bahkan Kementan diaudit secara khusus. Namun saat ini menurut Yasid, ada upaya segelintir kalangan masyarakat yang diduga dilibatkan mafia pangan untuk mendiskreditkan kebijakan Kementan terkait RIPH dengan berbagai tudingan.

Melihat kondisi yang sangat bergantung kepada negara lain, maka Menteri Pertanian Amran Sulaeman berani untuk membalikkan keadaan, bahkan telah ditetapkan swasembada bawang putih harus diraih pada 2021.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News