Tak Boleh Lebay, Nangis tanpa Harus Melankolis
jpnn.com - SETELAH Honeymoon yang dirilis Juni lalu, film kedua Shireen Sungkar bertajuk Wanita Tetap Wanita mulai menghiasi bioskop Kamis (12/9) lalu. Film berkonsep omnibus itu dirasakan berbeda, karena sosok Kinan yang diperankannya cukup menguras emosi.
KINAN adalah seorang anak yang berjuang untuk membahagiakan ibunya. Bukan peran yang mudah, emosi Shireen Sungkar benar-benar terkuras untuk peran tersebut. Beruntung, dia beradu akting dengan aktris senior Dewi Irawan yang murah berbagi ilmu.
Sejak awal, Shireen memang sengaja memilih Dewi sebagai ibunya dalam film garapan kakak iparnya, Irwansyah, tersebut. Kebetulan, sebelumnya keduanya pernah satu scene dalam salah satu judul film televisi. ”Saat ditanya ibunya siapa, aku sih suka banget sama akting Dewi Irawan,” ujarnya.
Selama syuting, putri pasangan Mark Sungkar dan Fanny Bauty itu mendapat banyak pelajaran akting yang tidak didapatnya saat bermain sinetron. ”Tante Dewi mengajarkan aku banyak banget. Aku dikasih tahu kalau ekspresi aku tidak boleh lebay, nggak kayak di sinetron,” katanya.
Dewi diakui Shireen berhasil melepaskan sosok Fitri yang melekat pada dirinya sejak membintangi sinetron Cinta Fitri. Meski awalnya tidak bisa dipungkiri, dia gugup saat harus kembali berhadapan dengan Dewi yang juga seorang acting couch. ”Belajar banyak banget supaya bisa mengubah (karakter) dari sinetron, yang Alhamdulillah panjang (Cinta Fitri). Jadi orang nggak bawa-bawa nama itu,” tambahnya.
Penyesuaian itu dilakukannya bukan sekadar untuk kepuasan pribadi. Tetapi personel duo The Sisters itu melakukannya demi pecinta seni peran yang kerap membeda-bedakan antara bintang film dan sinetron. Padahal, kata dia, keduanya sama-sama pekerja seni.
Hanya cara kerja dan penyajian karyanya saja yang dinilainya berbeda. ”Sedih juga melihatnya kalau (pemain) sinetron harus dituntut berlebihan dalam akting, kayak nangis dan marah, karena layarnya kecil supaya yang di rumah bisa lihat ekspresinya,” tutur Shireen.
Menurutnya, main film dan sinetron memiliki kesulitan masing-masing. ”Yang satu (film) susah dalam hal akting natural. Akting yang nggak banyak dialog itu lebih susah ketimbang yang ada dialog. Kalau sinetron itu, jam kerjanya gila banget. Susah karena kejar tayang. Kita nggak mungkin dong pagi-pagi masih bisa aktingnya bagus,” terangnya.