Tak Diangkat jadi PNS, Guru Honor Ancam Golput
jpnn.com - PADANG--Puluhan pegawai honorer kategori dua (K-2) dari sejumlah daerah di Sumatera Barat berunjuk rasa ke kantor gubernur, Jumat (14/3). Mereka menuntut diberi gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP) serta diangkat menjadi PNS sebelum pemilu legislatif 9 April nanti. Selain di kantor gubernur, guru honor di Pesisir Selatan juga demo ke kantor Bupati Pessel.
Tenaga honorer tersebut sempat bersitegang dengan petugas pengamanan karena merasa tidak diperlakukan secara manusiawi dalam menyampaikan aspirasi.
Pantauan Padang Ekspres (Grup JPNN) di lokasi, pegawai honorer tersebut datang pada pukul 10.00 membawa spanduk putih panjang. Dalam spanduk panjang itu bertuliskan 4 poin yang menjadi dasar tuntutan mereka. Empat poin itu adalah menuntut gaji sesuai UMP, meluluskan honorer 100 persen, menolak pemberlakuan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) karena tidak berpihak pada honorer, serta mendesak diangkat sebelum pengumuman penerimaan CPNS pelamar umum.
Saat orasi, guru honorer tersebut sempat melantunkan Asmaul Husna. Pukul 11.30, sebanyak 15 perwakilan aksi demonstrasi dipersilakan masuk ke kantor gubernur guna beraudiensi dengan Asisten III Setprov Sumbar, Sudirman Gani, Kepala Dinas Pendidikan Sumbar Syamsurizal dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sumbar Jayadisman.
Pertemuan dilakukan di ruangan kerja Asisten III. Dari 15 tenaga honorer yang masuk, ternyata hanya 13 orang yang masuk karena keterbatasan ruangan. Usai pertemuan, tenaga honorer langsung mencak-mencak. Mereka merasa diperlakukan tidak manusiawi, selama pertemuan berlangsung. Tenaga honorer tidak diberikan kesempatan menyampaikan aspirasi. Dari 13 perwakilan yang masuk, hanya 3 orang yang diperkenankan berbicara dan itu waktunya hanya kurang 5 menit.Tenaga Honorer sempat bersitegang dengan pasukan Satpol PP dan aparat kepolisian yang melakukan pengamanan.
Salah seorang honorer, Helmi mengaku kecewa dengan sikap pimpinan rapat yang tidak memperlakukan guru honorer secara baik, bahkan mereka mengeluarkan keluhan, kerap dihentikan pimpinan rapat.
"ÂKami tidak puas dengan penyampaian aspirasi. Kami tidak diizinkan mengeluarkan pendapat,"Â ujarnya.
Katanya, dia sudah puluhan tahun menjadi honorer. Untuk per jam mengajar, ia hanya mendapatkan uang Rp 25 ribu. Dia mengaku bertahan menjadi tenaga honorer karena datanya sudah masuk database. Dia menengarai ada tenaga honorer yang lulus menjadi CPNS melakukan pemalsuan data dan rata- rata honorer itu masih berusia muda-muda.