Taliban Kembali Berkuasa, Pelarian Afghanistan di Indonesia Makin Putus Asa
"Mereka menentang seni, menentang hak-hak perempuan, dan menentang segala budaya yang membuat negara kami menjadi indah," ujar Farahnaz, guru seni pada sekolah untuk pengungsi di pinggiran Jakarta.
"Tidak masalah jika kita berada di dalam atau di luar Afghanistan. Kita tetap punya kaitan dan punya rasa takut," ujarnya.
Pelukis dan fotografer, Ali Froghi, menggunakan dapur umum di fasilitas perumahan pengungsi sebagai studio bila ruangan itu sudah sepi.
Seperti Hanif dan Faraznas, Ali adalah pengungsi suku Hazara yang terjebak di Indonesia selama hampir satu dekade.
"Hanya satu hal yang ada di pikiranku, yaitu bagaimana saya bisa menyelamatkan hidupku," jelasnya saat ditanya mengapa melarikan diri.
Dia mencari tempat di mana dia bisa merasa tak takut akan dibunuh atau dianiaya karena faktor etnis atau kepercayaannya.
Tetapi karena kurangnya hak-hak dasar dan kekhawatiran tentang keluarganya di Afghanistan, banyak pengungsi kini terus terkatung-katung di Indonesia.
"Mereka (UNHCR) menyampaikan, bila merasa aman Anda bisa kembali ke Afghanistan," ujar Ali.