Tanggapan JPU untuk Perkara Tedja Widjaja Tak Beralasan
jpnn.com, JAKARTA - Dalam Persidangan perkara Pidana atas nama Terdakwa Tedja Widjaja dengan tuduhan telah melakukan Penipuan dan Penggelapan dalam pelaksanaan kerja sama dengan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945, sampai dengan agenda Penuntut Umum pada hari Kamis (8/11/2018, menyampaikan tanggapannya terhadap Nota Keberatan/Eksepsi Tim Penasehat Hukum maupun Nota Keberatan/Eksepsi Pribadi Tedja Widjaja.
Penuntut Umum memberikan tanggapan dalam kaitan mengenai apa yang disampaikan dalam Nota Keberatan/Eksepsi Tim Penasehat Hukum maupun Nota Keberatan/Eksepsi Pribadi Tedja Widjaja. Untuk diketahui, Tedja Widjaja dan tim kuasa hukum pada pokoknya menyatakan Modus Operandi dalam Dakwaan Pasal 378 KUHP dan Pasal 372 KUHP merupakan ranah perdata telah masuk ke dalam Materi Pokok Pemeriksaan Perkara dan bukan merupakan materi objek keberatan atas Surat Dakwaan.
Atas tanggapan tersebut, Tim Penasehat Hukum Tedja Widjaja yaitu Andreas Nahot Silitonga menyampaikan bahwa “Penuntut Umum ternyata tidak mengetahui dasar hukum alasan-alasan yang dapat disampaikan dalam Nota Keberatan/Eksepsi, salah satunya adalah alasan bahwa Dakwaan tidak dapat diterima apabila yang disampaikan terkait dengan perkara perdata, hal ini telah ditegaskan dalam Putusan Sela Pengadilan Negeri Jayapura Nomor: 46/Pid.B/2011/PN-JPR tertanggal 21 Maret 2011 yang secara nyata memutus bahwa Dakwaan tidak dapat diterima karena masuk lingkup perkara perdata, lebih lanjut lagi putusan tersebut berpedoman pada Pasal 156 ayat (1) KUHAP dan Pendapat Ahli Hukum Yahya Harahap, S.H.”
Menurut Andreas Nahot, terdapat suatu hal janggal terkait dengan tanggapan Penuntut Umum yang menyatakan bahwa Nota Keberatan/Eksepsi Tim Penasehat Hukum maupun Nota Keberatan/Eksepsi Pribadi Tedja Widjaja telah masuk pada Materi Pemeriksaan Pokok Perkara. Namun dalam kesempatan tersebut, menurut Andreas, malahan Penuntut Umum-lah yang nyata-nyata telah masuk pada pembahasan Materi Pemeriksaan Pokok Perkara dengan menyampaikan Fakta dalam hal ini menguraikan kronologis perbuatan yang dilakukan oleh Tedja Widjaja.
Lebih lanjut, Andreas menyatakan Penuntut Umum tidak memberikan tanggapan atas Nota Keberatan/Eksepsi Tim Penasehat Hukum dalam kaitannya dengan pembuatan Surat Dakwaan tertanggal 30 Agustus 2018 yang dilakukan sebelum adanya proses Tahap II atau pelimpahan perkara dari Penyidik kepada Pununtut Umum yang dilakukan pada 24 September 2018. Hal mana yang secara nyata menunjukkan bahwa pembuatan Surat Dakwaan oleh Penuntut Umum dibuat secara premature dan dilakukan sebelum adanya kewenangan Penuntut Umum untuk membuat Surat Dakwaan.
“Kami optimistis bahwa hasil Putusan Sela yang direncanakan akan dibacakan pada Persidangan selanjutnya dapat memberikan hasil yang baik bagi Klien kami, karena nyatanya Dakwaan Penuntut Umum menguraikan hubungan keperdataan antara Klien kami dengan UNTAG dan bukan menguraikan adanya perbuatan pidana ditambah Tanggapan yang dibacakan hari ini menurut kami tidak bisa mematahkan dalil-dalil yang telah kami sampaikan dalam Nota Keberatan/Eksepsi,” ujar Andreas Nahot Silitonga.
Menurutnya, sebelum sidang ditutup oleh Majelis Hakim, terdapat seseorang yang bernama Bambang Prabowo, mengajukan diri untuk diperiksa sebagai Saksi walaupun dirinya bukan merupakan termasuk dalam daftar Saksi yang terdapat dalam Berkas Perkara.
Bambang Prabowo berdalil dirinya mengetahui niat jahat Tedja Widjaja untuk menghancurkan Yayasan Perguruan Tinggi 17 Agustus 1945 dalam melaksanakan perjanjian Kerjasama yang menjadi objek perkara.