Tanggapi Pernyataan Rocky Gerung Kepada Jokowi
Oleh: I Wayan Sudirta, SH, MH - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat diakses-nya informasi elektronik dan/atau dokumen yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Tindak pidana penghinaan khusus dalam Pasal 27 ayat (3) jika dirinci terdapat unsur berikut. Unsur objektif: (1) Perbuatan: a. mendistribusikan; b. mentransmisikan; c. membuat dapat diaksesnya. (2) Melawan hukum: tanpa hak; serta (3) Objeknya: a. Informasi elektronik dan/atau; b. dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal ini telah mendapat pertimbangan dalam Putusan MK Nomor 50/PUU-VI/2009 yang mana pasal ini tidak dapat dipisahkan dari Pasal 310 dan 311 KUHP sebagai genus delict yakni mensyaratkan adanya pengaduan (klacht).
Dalam Putusan MA terkait kasus No. 955K/Pid.Sus/2015, pertimbangan majelis hakim untuk tetap menghukum terdakwa kasus pencemaran nama baik adalah bahwa penggunaan kata-kata dalam publikasi atau penggunaan media sosial perlu untuk menunjuukan sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.
Tindakan Pencemaran Nama Baik di media sosial juga bukan merupakan kritik sosial untuk kepentingan umum karena mengandung niat jahat dan memperluasnya. Tindakan ini justru menyebaban kerugian immaterial.
Ujaran Kebencian
Pengaturan Ujaran Kebencian diatur dalam KUHP dan UU ITE. Dalam KUHP, ujaran kebencian berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan menyebarkan berita bohong.
Dalam hal KUHP, ujaran kebencian ditur dalam Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, maupun Pasal 311. Namun begitu ujaran kebencian dalam KUHP pernah diuji di MK dan diubah menjadi delik aduan (Putusan MK Nomor 31/PUU-XIII/2015 jo. Putusan Nomor 2/PUU-VII/2009).