Tangkap Ferdinand Hutahaean
Oleh: Dhimam Abror DjuraidDalam video dua menit yang beredar (6/1) Ferdinand menyatakan bahwa tulisan itu tidak bermaksud menyerang suatu kelompok agama.
Ferdinand mengatakan cuitan itu adalah hasil dialog imajiner yang hanya ada di dalam hati dan pikirannya. Dalam dialog imajiner itu Ferdinand mendengar suara ‘’Hai Ferdinand kau akan habis tidak ada yang bisa menjagamu, Allah melemah. Namun, kemudian hati Ferdinand menyahut , Hey kau tidak, Ya Allah kuat, jadi jangan samakan Allahku dengan Allahmu.
Dari hasil dialog imajiner itulah kemudian Ferdinand menuangkannya dalam cuitan. Ia merasa ada orang-orang yang sengaja memelintir cuitannya. Ia mengecam orang-orang yang kerap memakai terminologi ‘’tabayyun’’, klarifikasi, tetapi justru tidak mempraktikkannya.
Cuitan imajiner itu diakui Feredinand muncul karena dia sedang banyak beban pikiran. Ferdinand juga sudah meminta maaf kepada orang-orang yang merasa dirugikan karena cuitan itu. Namun, reaksi tajam tetap bermunculan dari beberapa kalangan.
Kritik terhadap Ferdinand muncul dari Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) dan Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan dari beberapa kalangan agama termasuk Nahdlatul Ulama (NU).
Kontroversi ‘’Tuhan Tidak Perlu Dibela’’ sudah pernah muncul puluhan tahun yang lalu dipicu oleh artikel almarhum Gus Dur dengan judul yang sama. Polemik meluas menjadi perdebatan nasional. Gus Dur yang selalu kontroversial mendapat kecaman dari banyak pihak. Namun, Gus Dur bergeming dengan pendapatnya.
Gus Dur mengungkapkan pemikirannya tentang pengetahuan, pemikiran, dan gerakan oleh sejumlah komunitas muslim yang pada saat itu dianggapnya menunjukkan sikap sektarianisme yang berwujud dalam bentuk diskriminasi atau kebencian, yang muncul akibat perbedaan denominasi agama atau fraksi politik.
Pandangan-pandangan Gus Dur selalu dianggap nyeleneh dan menentang arus pada zamannya. Kontroversi ‘’Tuhan Tidak Perlu Dibela’’ melibatkan banyak orang yang pro dan kontra. KH Mustofa Bisri alias Gus Mus, sahabat Gus Dur semasa belajar di Timur Tengah, sampai turun tangan menjadi ‘’juru bicara’’ untuk menjelaskan pemikiran Gus Dur.