Tanpa Angpau
Oleh Dahlan IskanKami makan malam bersama. Dengan sajian mi khas Singapura.
Bihun itu ditaruh di piring besar sekali. Di tengah meja. Beberapa jenis topping dihambur di atasnya.
Saatnya tiba makan malam, kami yang mengelilingi meja, berdiri. Masing-masing memegang sumpit. Dengan chopstick itu kami mengaduk mi agar tercampur dengan topping-nya.
Cara mengaduknya yang khas Singapura. Tidak ada di negara lain: kami bersama-sama mengambil mi itu dengan chopstick.
Sebanyak yang bisa kami jepit. Kian banyak yang bisa dijepit kian baik.
Lalu kami angkat tinggi-tinggi mi itu. Kian tinggi kian baik. Untuk kemudian kami jatuhkan lagi ke piring besar itu.
Kami ulangi adegan itu. Berkali-kali. Adu banyak. Adu tinggi. Sampai mi itu bukan saja tercampur, tetapi sampai berantakan.
Banyak juga yang terhambur. Jatuh di luar piring. Berantakan. Padahal kemampuan bisa menjatuhkan mi agar tetap di atas piring juga bagian dari harapan.