Tanpa BJ Habibie, Tidak Ada PT INKA
Guna mengurangi ketergantungan tersebut, pada era 1980-an, Indonesia mengambil model kebijakan susbtitusi impor dan alih teknologi yang digagas oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan Kementerian Urusan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (UP3DN).
Kebijakan tersebut berisi bahwa setiap pengadaan sarana kereta api, meliputi lokomotif, kereta penumpang, dan gerbong barang oleh PJKA harus dikaitkan dengan impor dalam bentuk terurai untuk dirakit di dalam negeri.
Kondisi tersebut kemudian oleh BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Menristek dan Kepala BPPT dipertajam menjadi strategi transformasi industri dan alih teknologi.
"Pembentukan industri strategis tersebut bertujuan agar SDM Indonesia bisa mandiri dan tidak tergantung pada negara lain dalam pembuatan kereta api dan teknologi lainya. Di dalamnya tidak hanya INKA, namun juga termasuk PAL, DI, dan lainnya," kata Dirut.
Maka, atas inisiasi BJ Habibie itulah, pemerintah kemudian mendirikan PT INKA sebagai wahana transformasi industri dan alih teknologi perkeretaapian di Tanah Air. Sasarannya adalah industri kereta api nasional yang mandiri dan lepas dari ketergantungan luar negeri atau impor.
"Ini artinya bahwa kita harus melestarikan INKA. Bahwa PT INKA harus dikembangkan. Kami bersama segenap jajaran PT INKA (Persero) bertekad melanjutkan apa yang telah dirintis beliau untuk INKA," katanya.
Budi Noviantoro menambahkan, pihaknya bersama jajaran direksi dan seluruh karyawan PT INKA ikut berduka cita atas wafatnya Presiden ke-3 RI BJ Habibie.
Pihaknya merasa kehilangan BJ Habibie yang sudah dikenal sebagai Bapak Indonesia, Bapak Teknologi, dan juga Bapak INKA.