Tanpa Sakit
Oleh: Dahlan IskanAnwar adalah nama kakek dr Agus. Sang kakek adalah kiai kampung di situ. Juga petani dengan sawah yang luas. Sedang ayah dr Agus seorang guru SD.
Juga pemilik toko mracangan di rumahnya yang juga rumah sang kakek. Yakni rumah tepi sawah di desa Balongbendo, dekat Krian.
Belakangan sawah itu dilewati jalan baru. Lebar sekali: by pass Krian. Posisi sawah itu berubah drastis. Menjadi sangat strategis.
Kini lebih hebat lagi. Tidak jauh dari ujung by pass itu ada mulut jalan tol baru: Mojokerto-Gresik/Lamongan. Yang di tengahnya lagi dibuat akses tambahan. Agar bisa terhubung dengan tol Surabaya-Jakarta yang melintas di bawahnya.
Kiai Anwar punya sawah 5 hektare di desanya itu. Sawah itulah yang berubah menjadi aset berharga: di pinggir bypass. Di situlah dr Agus membangun tempat praktik. Di dekat rumah kakeknya.
Pasiennya luar biasa banyak. Ia disenangi masyarakat. Sejak lahir, SD sampai SMP ia memang sekolah di desa itu. SMA-nya pun di Krian. Bahkan ketika kuliah di Unair Surabaya, ia tetap tinggal di Krian –pulang pergi ikut kereta komputer. Itu lebih murah daripada kos di Surabaya. Dan lagi ia memang sudah menyatu dengan desa itu.
Istrinya pun dari desa itu.
Sang istri juga kuliah di Unair: ekonomi. Juga naik kendaraan umum seperti dr Agus. Hubungan dr Agus dengan masyarakat desa itu sudah seperti keluarga besar. Ia tahu siapa yang harus digratiskan ketika ke tempat praktiknya.