Tempuh 30 Kilometer Jalan Berlumpur Tanpa Digaji Sepeser pun
Kebanggaan menjadi seorang perawat, sudah lama ia idamkan. Ia amat paham, bagaimana terbatasnya kondisi keuangan di Puskesmas tempatnya bekerja, hingga ia tak sekalipun menuntut macam-macam.
Enci tak sendiri. Di Puskesmas yang berdiri megah di pusat kecamatan itu, juga ada sembilan tenaga honorer yang nasibnya serupa.
Selama ini, kata dia, modal mereka mengabdi adalah surat keputusan (SK) pengangkatan yang dikeluarkan Kepala Puskesmas Kambowa. Mereka baru boleh diberi honor bila SK-nya diteken Bupati.
Alumni kampus Akademi Keperawatan (Akper) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Kendari ini mengaku tetap senang bisa diberi kesempatan mengaplikasikan ilmunya di tempat kelahirannya itu. Jadi, meski tak menerima honor, ia tak mengeluh.
Padahal, jika mau jujur, tantangannya untuk sampai ke tempat kerja, tak ringan. Jalan menuju Puskesmas, masih tergolong rusak.
“Tiap hari, hampir 30 kilometer bolak balik saya lewati jalan lumpur dan berlubang,” kisah sulung dari lima bersaudara ini.
Dari pengakuannya, sudah ada permohonan yang pernah ia ajukan ke Bupati Buton Utara agar nasibnya bersama kawan-kawannya yang lain bisa naik menjadi honorer daerah yang digaji lewat APBD.
Kendati sedikit, tapi itu sudah jalan menuju terbukanya lahan pengabdian yang permanen, dan setidaknya mengurangi beban pengeluaran yang mereka tanggung sendiri.