Tenang..Permen 20/2018 Bukan Untuk Larang Penangkaran Burung
Untuk meningkatkan jumlah populasi di habitat aslinya, telah dilakukan berbagai upaya konservasi di habitat atau insitu.
Namun, apabila tindakan konservasi insitu tidak berhasil, maka dilakukan tindakan konservasi eksitu, yaitu dengan melakukan kegiatan penangkaran yang hasilnya 10 persen harus dikembalikan ke alam (restocking).
''Jadi tidak benar kalau penangkaran burung dilarang. Justru kita ingin mengatur dan menertibkan, agar terdata dengan lebih baik jumlah populasi habitat aslinya di alam,'' jelas Wiratno.
''Sehingga pemerintah bersama masyarakat bisa memastikan kembali bahwa alam ada penghuninya, dan penghuninya itu tidak hanya ada di penangkaran,'' tambahnya.
Terlebih lagi melalui Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999, turut mengatur mekanisme bagi publik bisa memanfaatkan jenis tumbuhan dan satwa liar termasuk penangkaran dan pemeliharaan untuk kesenangan.
Penangkaran selama ini, kata Wiratno, telah banyak membantu pemerintah dalam pelestarian dan penyelamatan hewan dilindungi.
Contohnya penangkaran di habitat semi alami Taman Nasional Bali Barat, dan di tujuh kelompok masyarakat yang ikut membantu melestarikan curik Bali, telah menjadi bukti bahwa penangkaran berperan dan berhasil mencegah kepunahan.
''Namun, begitu tetap harus ada kewajiban kita menjaga habitatnya di alam. Satwa liar yang hidup di penangkaran atau di kandang, tentu tak akan sama dengan yang benar-benar hidup di alam. Keseimbangan inilah yang harus kita jaga dengan melindunginya. Inilah alasan utama Permen 20 lahir,'' ungkap Wiratno.