Tenda Lama Ambruk, Tenda Baru Dikira Tempat Pengungsian
Bukan hanya keluarga besan dari desa sebelah, Ploso Lor, yang memakai masker. Sebagian panitia dan para anggota hansip yang berjaga juga menutupi wajahnya dengan kain. Hanya kedua pengantin beserta orang tua masing-masing yang tidak mengenakan masker. Sejak pagi mereka memang berada di tempat yang terlindungi, yakni di dalam tenda.
Kendati begitu, suasana bencana masih terlihat di sekitar tenda pernikahan itu. Sebab, di samping tenda pesta ada kantor Kecamatan Ploso Klaten yang dijadikan dapur umum untuk menyiapkan logistik bagi pengungsi. Di tempat itu, puluhan anggota TNI bahu-membahu bersama pegawai kantor kecamatan membuat ribuan nasi bungkus untuk disebarkan ke beberapa kantong pengungsian di kecamatan tersebut.
Tepat di depan tenda, sejumlah aparat Brimob juga terlihat bersiaga. Mereka berjaga-jaga untuk mengevakuasi warga bila sewaktu-waktu terjadi erupsi Gunung Kelud lagi.
Ritual temu pengantin khas adat Jawa tetap berlangsung khidmat. Mulai lempar-lemparan bunga, memecah telur, hingga suap-menyuapi. Mempelai perempuan juga dengan khusyuk mencuci kaki suami yang terkena cipratan telur ayam yang baru saja diinjak. Setelah itu, kedua mempelai diantar ke kursi pelaminan. Upacara diakhiri dengan khotbah yang disampaikan pemuka agama di desa tersebut.
Ekspresi lega tampak pada wajah kedua mempelai beserta orang tua mereka begitu upacara selesai. Senyum Dita dan Aan terus mengembang saat menerima ucapan selamat dari para tamu.
"Waduh, saya semalaman sudah nggak bisa tidur memikirkan gawe ini. Alhamdulillah, semua berlangsung lancar. Rasanya plong," ungkap Sri Rahayu, ibu Dita.
Sementara itu, Aan, sang pengantin pria, bercerita, sebenarnya upacara pernikahan itu dipersiapkan sehari sebelum Gunung Kelud meletus, Kamis malam (13/2). Mertuanya, Sukemi, sudah mendirikan tenda besar untuk perayaan tersebut. Para tetangga juga berdatangan untuk membantu memasak di dapur belakang rumah.
Namun, letusan Gunung Kelud pada Kamis malam itu telah meluluhlantakkan segalanya. Tenda dan dapur ambruk berantakan tidak kuat menahan beban pasir dan abu tebal. Keluarga besar Sukemi langsung mengadakan rapat mendadak, apakah pesta pernikahan ditunda hingga suasana normal kembali atau tetap dilaksanakan dalam kondisi darurat. Sebab, undangan untuk handai tolan telanjur disebarkan.