Tentang Bonek, Gajah Ijo, Bledug Ijo, dan Akhirnya Greenforce
Minimnya pengorganisasian keberangkat suporter, tak semasif seperti yang dilakukan Jawa Pos membuat hasrat dukungan itu tak sepenuhnya bisa tersalurkan. Gerakan suporter semakin tak terkendali, Alhasil publik selalu mengeneralisasi bonek sebagai hal yang negatif.
Meski mulai diperkenalkan pada tahun 1988, penyebutan suporter Persebaya dengan sebutan Bonek mulai sering dilakukan Jawa Pos pada saat Liga Indonesia I 1994/1995.
"Saya putuskan ejekan itu saya jadikan sesuatu yang tidak terasa sebagai ejekan, bahkan sebagai perekat. Ini biasa di Surabaya. Bukankah kata jancuk itu awalnya kotor tapi lantas jadi lambang keakraban?" kata Dahlan Iskan.
Merubah citra negatif jadi positif biasa dilakukan Jawa Pos. Hal sama ketika berani menjuluki Persebaya dengan nama "Gajah Ijo" dan kemudian berevolus jadi "Bledug Ijo". Bledug berarti anak gajah dan tetap saja meruju pada hal negatif. Gajah di sini merujuk pada insiden sepak bola gajah ketika Persebaya mengalah 12-0 dari Persipura Jayapura.
"Jelas istilah gajah adalah ejekan. Agar kita tidak emosi atau Merasa terhina oleh ejekan itu saya menjadikannya kebanggaan. Maka ketika Persebaya dengan tim yang ekstrim sangat muda2 menunjukkan tanda-tanda melejit, saya beri nama tim itu bledug ijo. Alhamdulillah bledug ijo juara Piala Utama pada 1990," ucap Dahlan.
Sayangnya julukan ini hanya bertahan setahun. Pasca Piala Utama, Jawa Pos mengembalikan lagi penulisan julukan Bledug Ijo menjadi Greenforce. Pengubahan nama itu bahkan ditulis dalam berita khusus berjudul "Mereka bukan Bledug Ijo Lagi". (wam)