Teroris Tak Normal Lagi, Wewenang Aparat Harus Ditambah
Terkait pelibatan TNI atasi ancaman terorisme, sebenarnya pernah diterapkan Indonesia saat menghadapi situasi genting. Sedikitnya ada tiga kasus yang pernah ditangani TNI dalam menjalankan operasi selain perang, yakni pembebasan sandera di Somalia, reporter MetroTV Mutia Hafid di Irak, serta korban penyanderaan kelompok Abu Sayyaf di Filipona.
"Selama itu, pelibatan TNI dalam operasi selain perang tidak pernah menimbulkan masalah, apalagi menyasar kepada rakyat yang baik-baik saja," kata Andi.
Sedangkan Direktur Imparsial Al Araf mengatakan, tindakan terorisme berawal dari ujaran kebencian yang dapat membuat seseorang memiliki sikap intoleransi. Makin tinggi tingkat intoleransi seseorang, katanya, maka akan menimbulkan sikap radikal yang berujung pada tindakan aksi terorisme.
"Terorisme merupakan hasil akhir dari radikalisme. Bermula dari hate speech yang menguat, kemudian muncul intoleransi. Selanjutnya akan menuju ke radikalisme dan berujung ke terorisme," kata Al Araf.
Adapun Ketua DPP Partai Nasdem Bidang Pertahanan dan Keamanan Mayjen (Purn) Supiadin Aries Saputra menegaskan, saat ini kondisi politik Indonesia sudah superliberal. Kebebasan warga negara seolah tanpa batas sehingga memicu ujaran kebencian.
"Politik bukan keseragaman, tetapi keadilan. Indonesia sudah superliberal, bebas berpendapat. Padahal kebebasan itu juga dibatasi kebebasan orang lain," kata anggota Komisi I DPR itu.(tan/jpnn)