Terpikat Forensik karena juga Urusi Orang Hidup
Selasa, 23 September 2008 – 11:06 WIB
Seperti sosok Dokter John H. Watson dalam cerita Sherlock Holmes, Djaja betul-betul serius menerpkan ilmunya. Yang paling terkesan adalah saat dia menjadi saksi ahli dalam kasus pembunuhan wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin di Jogja pada 1996.
Udin yang sering mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer meninggal setelah dianiaya orang tidak dikenal. Menurut Djaja, penyidikan dan pengadilan atas Dwi Sumaji alias Iwik, seorang sopir yang jadi terdakwa pembunuh Udin, penuh rekayasa.
Saat itu Djaja diminta menganalisis DNA pada dua potong baju dan sebuah tongkat besi. Menurut polisi, baju itu milik Udin dan Iwik, sedangkan tongkat besi (sesuai BAP) digunakan Iwik untuk menghabisi Udin yang namanya kini diabadikan sebagai award bagi jurnalis oleh Asosiasi Jurnalis Indepeneden (AJI) itu. Namun Djaja ragu.
”Ada polisi (Serka Edy Wuryanto, Kanit Reskrim Polres Bantul, Red) meminta darah Udin yang katanya untuk dilarung di laut. Darah itu kan bisa dioles ke baju dan tongkat besi. Saya bilang, pembuktian ini lemah,” bebernya.
Djaja sempat dipaksa untuk memberi kesaksian sesuai ”selera” polisi. Namun, dia menolak dan mengatakan dirinya saksi ahli. Bukan saksi mata. ”Saya waktu itu ngomong apa adanya di PN Bantul. Iwik pun divonis bebas,” katanya. Hingga kini siapa pembunuh Udin itu masih misterius.
Selain kasus Udin, Djaja juga menangani sejumlah kasus unik seperti incest di Purwokerto, Jawa Tengah. Yakni, tentang seorang kakek yang dituduh menghamili cucu yang mengalami keterbelakangan mental. Penyidik kerepotan karena duanya-duanya tak bisa ditanya oleh polisi. Sang kakek yang usianya 70 tahun telah pikun dan sang cucu tak bisa menalar. Tes DNA yang kini biayanya mencapai Rp 4 juta sekali tes menjadi jawabannya. ”Setelah di tes DNA, anak yang di kandungan (cucu) itu memang darah dagingnya (sang kakek),” tambahnya. (el)