Close Banner Apps JPNN.com
JPNN.com App
Aplikasi Berita Terbaru dan Terpopuler
Dapatkan di Play Store atau Apps Store
Download Apps JPNN.com

Terpikat Forensik karena juga Urusi Orang Hidup

Selasa, 23 September 2008 – 11:06 WIB
Terpikat Forensik karena juga Urusi Orang Hidup - JPNN.COM
Awalnya DNA yang ada akan diekstrasi. Lalu dilakukan proses elektro forensis dan memperbanyak DNA yang ada. Setelah itu baru proses perbandingan dimulai. Ada 13 proses tes DNA yang dilakukan di laboratorium Kedokteran Forensik, UI. Mereka mengacu pada standar CODIS (Combined DNA Index System) 13 yang dikeluarkan oleh FBI (Federal Bureau of Investigation) pada 1994. Salah satunya adalah yang disebut analisis father child mother.  Proses ini memakan tiga minggu.

Jika ke-13 tahap itu cocok semua dalam perbandingan sampel ante mortem dengan post mortem, maka bisa dipastikan benar. Tapi, bisa saja terselip kesalahan dalam proses ini (meski barang bukti original, metode pemeriksaan benar, dan telah dilakukan ahlinya). Yakni, jika terkait dengan mereka yang disebut kembar identik. ”Tak ada satu pun manusia di dunia ini yang DNA-nya sama. Kecuali mereka yang kembar identik itu yang berasal dari sel telur yang sama,” katanya.

Seperti sosok Dokter John H. Watson dalam cerita Sherlock Holmes, Djaja betul-betul serius menerpkan ilmunya. Yang paling terkesan adalah saat dia menjadi saksi ahli dalam kasus pembunuhan wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin di Jogja pada 1996.

Udin yang sering mengkritisi kebijakan pemerintah Orde Baru dan militer meninggal setelah dianiaya orang tidak dikenal. Menurut Djaja, penyidikan dan pengadilan atas Dwi Sumaji alias Iwik, seorang sopir yang jadi terdakwa pembunuh Udin, penuh rekayasa.

Saat itu Djaja diminta menganalisis DNA pada dua potong baju dan sebuah tongkat besi. Menurut polisi, baju itu milik Udin dan Iwik, sedangkan tongkat besi (sesuai BAP) digunakan Iwik untuk menghabisi Udin yang namanya kini diabadikan sebagai award bagi jurnalis oleh Asosiasi Jurnalis Indepeneden (AJI) itu. Namun Djaja ragu.

”Ada polisi (Serka Edy Wuryanto, Kanit Reskrim Polres Bantul, Red) meminta darah Udin yang katanya untuk dilarung di laut. Darah itu kan bisa dioles ke baju dan tongkat besi. Saya bilang, pembuktian ini lemah,” bebernya.

Djaja sempat dipaksa untuk memberi kesaksian sesuai ”selera” polisi. Namun, dia menolak dan mengatakan dirinya saksi ahli. Bukan saksi mata. ”Saya waktu itu ngomong apa adanya di PN Bantul. Iwik pun divonis bebas,”  katanya. Hingga kini siapa pembunuh Udin itu masih misterius.

Selain kasus Udin, Djaja juga menangani sejumlah kasus unik seperti incest di Purwokerto, Jawa Tengah. Yakni, tentang seorang kakek yang dituduh menghamili cucu yang mengalami keterbelakangan mental. Penyidik kerepotan karena duanya-duanya tak bisa ditanya oleh polisi. Sang kakek yang usianya 70 tahun telah pikun dan sang cucu tak bisa menalar. Tes DNA yang kini biayanya mencapai Rp 4 juta sekali tes menjadi jawabannya. ”Setelah di tes DNA, anak yang di kandungan (cucu) itu memang darah dagingnya (sang kakek),” tambahnya. (el)

Andai sejak awal tes DNA (deoxyribonucleic acid) dipakai untuk identifikasi Mr X dalam pembuktian pidana, kasus “salah tangkap” Kemat

Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

X Close