TGB di Ambang Dilema Antara Poltikus dan Ulama
Lalu apalagi yang bisa dilakukan oleh seorang TGB, tentu rakyat Indonesia sedang menunggu kejutan-kejutan lain yang bisa diperbuatnya.
Dilema antara Politikus dan Ulama
Posisi Tuan Guru Bajang antara seorang Politikus dan Ulama hampir sulit dibedakan. Di satu sisi dia adalah Gubernur dan kader Partai Demokrat, di sisi lain dia adalah seorang Da’i dan Hafidz Qur'an. Komposisi dirinya sangat komplit dan komprehensif, sehingga ia bisa dinyatakan sebagai seorang pemimpin yang memenuhi syarat ideal. Namun sayangnya persepsi itu luntur gegara sebaris kalimatnya yang mendukung Joko Widodo.
TGB terlihat seperti seseorang yang sedang dilema, ia sangat kebingungan untuk memisahkan dua eksistensi yang ada didalam dirinya, yakni untuk memilih menjadi politisi atau tetap bertahan pada posisinya sebagi Ulama.
Jika diinterpretasi, penulis menilai bahwa keputusan TGB dalam mendukung Jokowi adalah keputusan seorang politiskus, bukan keputusan seorang ulama, Kerena jika TGB berkapasitas sebagai ulama maka ia tidak akan mengingkari kemesraannya dengan para ulama lain dan umat Islam.
Hak politik seseorang tidak bisa dibatasi oleh siapapun, termasuk hak TGB untuk mendukung Jokowi.
Menurut penulis, pernyataan TGB menjadi polemik sebenarnya bukan karena dia mendukung Jokowi atau mendukung siapa, tetapi persoalan utamanya adalah identitasnya sebagai seorang ulama yang terlihat inkonsisten, karena selama ini ia telah membangun kekuatan bersama barisan umat. Bisa dibilang TGB telah menggali lubangnya sendiri.
Makna ideal politik akan terkikis, jika politik dipahami hanya sekadar urusan merebut dan mempertahankan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Oleh karena itu, sekalipun TGB adalah seorang politikus paling tidak dia harus sadar bahwa di sisi lain dia adalah tuan guru, teladan bagi semua orang.