Tiga Kabupaten Menolak, di Sini Pemukiman Eks Gafatar Dijaga Warga
"Apalagi nak (mau) membeli barang-barangnya. Bayangkan, sepeda seharga Rp600 ribu ke atas dijual Rp150 ribu. Kami warga sini tetap berusaha agar tidak terjadi pembakaran, itu kan tindakan anarkis,” terangnya.
Ketua RW 11, Waluyo pun sudah meminta warganya meronda pemukiman tersebut, berjaga bersama aparat keamanan. "Kurang lebih tiga hari, saya tidak tidur. Ini kami lakukan untuk menghindari aksi anarkis," papar dia, matanya memang sembab.
Senada, Suijo, pengurus RT02 Dusun Multorejo berharap, kejadian di daerah lain tidak terulang di daerah tersebut. "(Eks Gafatar,red) ada memang yang tertutup, ada juga yang bergaul. Tapi apapun keputusan pemerintah, kami dari pihak warga mengikutinya. Yang dikhawatirkan penyusup dari luar," tegasnya.
Warga asli lainnya, Iqbal, meminta pemerintah kabupaten tanggap. “Karena kami melihat lokasi yang ditempati eks Gafatar ini sangat strategis. Dekat kantor bupati, Bandara dan pelabuhan,” ungkapnya.
Pemukiman itu dibangun memanjang. Ada enam rumah dan satu aula. Menurut Sigit, wakil koordinator pemukiman tersebut, mereka datang pertama kali pada 3 Agustus 2015.
“Sebanyak 7 KK datang menuju ke rumah kosan di Pontianak sambil mencari lahan untuk cocok tanam, bertahan hidup,” ungkap pria asal Madiun Jawa Timur ini, Rabu (20/1).
Kemudian, beberapa anggota kelompoknya menemukan lahan yang masih dipenuhi semak (mendekati hutan malah). "Lahan yang kami tempati milik orang Pontianak dan warga sekitar. Dengan beberapa perjanjian, bagi hasil maupun sewa" jelas Sigit.
Setelah beberapa bulan berjalan, dan terus berkoordinasi dengan tokoh-tokoh sekitar, warga di kampung mulai menghubungi dan menanyakan apakah ada tempat kepada Sigit. "Ketika masih banyak lahan, kami kasih tau dan tak lama, warga dari Jawa berdatangan ke sini. Dengan tujuan mengadu nasib," paparnya.