Tiga Pukulan Telak Penyebab Pertamina Rugi Rp 11 Triliun, Simak Nih
Jadi lanjutnya, kondisi ini membuat makin terpukul dari berbagai dampak. Dari sisi revenue turun, kemudian selisih kurs sangat terdampak sekali.
"Kita lihat selisihnya sangat tajam sekali, sempat di posisi Maret (2020) itu Rp 16.367 (per USD 1). Kalau dibanding Desember 2019 itu Rp 13.900 (per USD 1). Ini menyebabkan secara buku kami mengalami rugi selisih buku yang sangat tajam," jelas Emma.
Ketiga, pelemahan Indonesia Crude Price atau ICP. Menurut Emma, di satu sisi hilir sedikit terdampak terhadap keuntungan tetapi sebetulnya tidak juga karena di persediaan atau inventory Pertamina jadi menumpuk.
"Kalau kita lihat posisi April, Mei, itu Avtur kami stoknya bisa sampai untuk 400 hari. Solar juga sama. Semua terdampak dan itu memakan menjadi inventory cost sementara revenue tidak ada. Jadi kami tidak enjoy terhadap penurunan harga ICP," katanya.
Sementara itu, di kilang Pertamina mengonsumsi harga crude yang masih mahal karena ada lagging dua tiga bulan ke belakang.
Menurut dia, pada April 2020 harga terendah ICP ialah USD 21 per barel, tetapi kilang Pertamina masih mengonsumsi crude price yang harganya USD 57 per barel.
"Secara pembukuan, harga pokok masih mahal tetapi harga jual sudah harga rendah. Karena harga jual sudah mengikuti harga ICP yang sudah terkini. Jadi, itu ada selisih dari sisi lagging waktu," kata Emma.
Anggota Komisi VII DPR M Nasir lantas meminta penjelasan apakah pembelian atau impor minyak Pertamina berkurang atau tidak dalam kondisi tersebut?