Tinggal Dua Pengrajin Bertahan, Lainnya Kembali Jadi Petani dan Ojek
“Dulu setelah ada penelitian batu akik Nian, kami ikut pelatihan. Tapi waktu itu harganya tidak seberapa dan pekerjaan utama bapak masih sebagai tukang sensor kayu,” ujarnya.
Ketika batu akik buming di tahun 2014 hingga tahun 2015, lanjut Agripina, dia dan suami langsung menjadi pengrajin, bermodalkan skill yang sudah ada. Buming batu akik akhirnya mendatangkan berkah yang tidak sedikit.
“Satu hari saya dan suami bisa hasilkan 40 biji mata cincin/kalung. Setiap bulan kami bisa dapat enam sampai tujuh juta. Karena memang setiap hari banyak orang yang datang beli. Dan satu biji bisa jual sampai satu juta,” sebut ibu empat anak ini.
Meski batu akik kini tak lagi buming, Agripina mengaku, dia dan suami masih tetap setia menjadi pengrajin batu akik. Sebab penghasilan dari akik Nian masih tetap ada, sekalipun mengalami penurunan drastis. Lebih dari itu, mereka punya jaringan di luar yang sewaktu-waktu memesan akik Nian dalam jumlah banyak.
“Sekarang tiap hari kami masih hasilkan 25 biji. Penghasilan kami juga turun drastis. Satu bulan hanya dapat dua atau tiga juta. Bongkahan yang dulu per kilogram harganya Rp 50 ribu, sekarang terserah orang tawar. Tapi kami tetap setia jadi pengrajin, karena jaringan kami luas,” katanya.
Selain keluarganya, Agripina menyebut nama Agus Lake, warga Nian yang masih bertahan menjadi pengrajin batu akik. “Kuncinya hanya satu yakni, tabah menjalani setiap usaha. Di Nian hanya kami dengan Bapak Agus Lake yang masih bertahan. Yang lain sudah malas urus batu akik. Ada yang sudah kembali jadi petani dan ada yang ojek,” katanya.
Instruktur Mutumanikan Nusantara Indonesia, Kukuh Pribadi juga mengakui banyak pengrajin dari Desa Nian, kini sudah kembali ke profesi semula, baik sebagai petani maupun sebagai tukang ojek. Kendati demikian, dia terus menyemangati anak asuhnya untuk terus mempromosikan akik Nian.
“Sekalipun mereka sekarang kembali jadi petani atau tukang ojek, tapi saya minta mereka untuk tetap berproduksi dan tetap memajang hasil produksinya. Kalau dulu mungkin satu kelompok bisa menghasilkan 20 mata cincin/kalung dalam sehari, sekarang biar lima tidak apa-apa. Ya sekadar persiapan jika ada tamu dari luar datang,’ kata pria yang akrab disapa Mas Kukuh.