Tionghoa, Dulu dan Sekarang (2-Habis)
Tionghoa Bersambut, Bagaimana Yin Ni Hua Ren?Selasa, 27 Januari 2009 – 00:40 WIB
Saya pernah menghadiri satu seminar yang diadakan INTI di Jakarta. Dalam forum itu, antara lain, disinggung soal bagaimana harus menyebut orang Tionghoa di Indonesia dalam bahasa Mandarin. Kalau panggilan nonpribumi sudah tidak relevan dan seperti kelihatan antidemokrasi, lantas kata apa yang bisa dipakai untuk menyebutnya dalam bahasa Mandarin?
Dalam bahasa Indonesia, semua sudah seperti sepakat bahwa sebutan Tionghoa adalah yang paling menyenangkan. Tionghoa sudah berarti ’’orang dari ras cina yang memilih tinggal dan menjadi warga negara Indonesia’’. Kata Tionghoa sudah sangat enak bagi suku cina tanpa terasa ada nada, persepsi, dan stigma mencina-cinakan. Kata Tionghoa sudah sangat pas untuk pengganti sebutan ’’nonpri’’ atau ’’cina’’.
Saya sebagai ’’juawa ren’’ (meski xian zai wo de xin shi hua ren de xin) semula agak sulit memberi penjelasan kepada pembaca mengapa menyebut ’’cina’’ tidak baik? Apa salahnya? Luar biasa banyaknya pertanyaan seperti itu. Terutama sejak Jawa Pos Group selalu menulis Tionghoa untuk mengganti kata nonpri atau cina.