Transformasi BUMN Menjadi Lokomotif Ekonomi Nasional
Oleh: Budi Muliawan, Pemerhati Sosial/Alumnus FH Universitas Brawijaya dan Program Pasca Sarjana FH Universitas IndonesiaSingkatnya, dalam rangka optimalisasi dan refocusing bisnis, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir menginginkan adanya efisiensi dan restrukturisasi BUMN (holding, merger, akuisisi, dan lainnya). Tentu, langkah efisiensi dan restrukturisasi BUMN diambil setelah melakukan pemetaan terhadap sejumlah BUMN.
Kementerian BUMN telah memetakan BUMN-BUMN dalam empat kategori. Pertama, BUMN yang fokus menghasilkan nilai ekonomi dan memberikan nilai tambah bagi negara (surplus creator).
Kedua, BUMN yang fokus utama pada pelayanan publik (welfare creators). Ketiga, BUMN yang bertugas memberikan nilai ekonomi sekaligus memberikan pelayanan publik (strategic value). Dan, keempat, BUMN yang tidak memiliki nilai ekonomi maupun pelayanan publik (dead weight).
Dalam konteks itu, BUMN-BUMN yang value-nya kecil apalagi merugi dan tidak memiliki opportunity dimasukkan sebagai kategori BUMN yang harus dilikuidasi. Ada juga BUMN-BUMN yang harus disehatkan, yaitu BUMN-BUMN yang memiliki beban utang yang besar namun masih memiliki opportunity sekalipun profitnya belum menggembirakan.
Padahal BUMN memainkan peran sangat strategis dan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara makro. Kapasitas usaha BUMN sangat besar. Ini menjadi modal pemasukan dan pendapatan bagi negara.
Pada tahun 2018, total aset dari sebanyak 113 BUMN mencapai Rp 8.117,6 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 3.318,56 triliun adalah aset lancar dan Rp 4.799,05 triliun adalah aset tidak lancar. Sebanyak 12 BUMN memiliki aset di atas Rp 100 triliun, dan tiga BUMN di antaranya memiliki aset di atas Rp 1.000 triliun.
Sebagai catatan, dalam 10 tahun terakhir, BUMN telah memberikan kontribusi dalam penerimaan negara sebesar Rp 3.295 triliun. Penerimaan negara itu dalam bentuk dividen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan pajak. Lebih rinci lagi, dari jumlah itu 54% atau sebesar Rp 1.972 triliun adalah penerimaan pajak, 11% atau Rp 388 triliun adalah dividen, dan PNBP sebesar 30% atau Rp 1.035 triliun.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI pada awal Juni 2021, Menteri BUMN mengungkapkan laba seluruh perusahaan BUMN pada 2020 hanya mencapai Rp 28 triliun atau anjlok 77% dibanding laba bersih perusahaan BUMN pada 2019 yang mencapai Rp 124 triliun.