Trauma Teror, Sri Lanka Larang Warga Menutup Wajah
jpnn.com, KOLOMBO - Pemerintah Sri Lanka tak ingin kembali kecolongan. Minggu (28/4) Presiden Maithripala Sirisena mengeluarkan aturan baru. Yaitu, larangan menggunakan penutup wajah.
Tak ada aturan spesifik tentang larangan memakai niqab alias cadar. Tapi, bisa dipastikan itu termaktub dalam aturan tersebut. Berlaku mulai kemarin, Senin (29/4), aturan itu diadakan untuk mempermudah identifikasi setiap warga.
"Larangan ini untuk memastikan keamanan nasional. Tak seorang pun boleh menutupi wajahnya sehingga menyulitkan identifikasi." Demikian bunyi pernyataan istana kepresidenan seperti dikutip AFP.
Sebelum Sirisena membuat aturan tersebut, beberapa imam lokal sudah menyatakan hal serupa. Mereka meminta perempuan muslim tak memakai cadar. Yang dikhawatirkan adalah mereka bakal diserang orang-orang yang menaruh dendam atas serangan bom Paskah sepekan yang lalu. Bom di delapan titik yang meledak Minggu (21/4) itu telah merenggut 253 nyawa.
BACA JUGA: Zahran Hashim, Corong Kebencian yang Dalangi Teror Paskah Sri Lanka
Gara-gara serangan tersebut, kini umat Islam di Sri Lanka memang waswas. Takut pembalasan dendam. Padahal, sebagian besar di antara mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan kelompok National Thawheed Jammath (NTJ) dan Jamathei Millathu Ibraheem (JMI), pelaku serangan.
Penduduk muslim hanya 10 persen dari 21 juta populasi di Sri Lanka. Mayoritas berhaluan liberal. Hanya sebagian kecil perempuan yang memakai niqab. Meski begitu, beberapa ulama sempat menyatakan keberatan dengan aturan baru itu.
Saat ini situasi di Sri Lanka masih tegang. Pemerintah menyatakan bahwa belum semua terduga teroris tertangkap. Sejak pengeboman terjadi, pemerintah telah menyatakan status darurat negara.