Trimedya Sebut Biaya Politik di Pilgubsu Sangat Mahal
"Bagi PDIP itu yang paling penting bisa mengamankan uang saksi. Ada standarisasi di PDIP untuk setiap TPS memiliki 2 saksi, satu saksi di dalam dan satu lagi saksi di luar. Honor masing-masing saksi itu Rp150-200 ribu. Kalau PDI-P itu saja, tapi rakyat minta ini itu kepada calon kepala daerah, itu yang susah," paparnya.
Lebih jauh, Trimedya mencontohkan setiap orang yang ingin menjadi calon bupati harus menyiapkan uang minimal Rp30 miliar.
"Kalau boleh jujur mau jadi Bupati itu minimal punya uang Rp30 miliar. Setelah terpilih, berapa gajinya, berapa tunjangannya. Itu harus dipikirkan pemerintah besaran biaya dengan gaji yang akan diterima kepala daerah," jelasnya.
Disebutkannya, untuk mengembalikan modal atau cost politik yang dikeluarkan, maka kepala daerah akan menggarong proyek. Karena itu yang paling gampang. "Maju jadi kepala sekolah bayar, guru mau pindah juga bayar. Itu semua dijadikan komoditi oleh kepala daerah ketika sudah duduk, kalau terus seperti itu maka daerah tersebut tidak akan maju," tegas pria berkacamata ini.
Persoalan sistem demokrasi di Indonesia yang begitu kompleks, diakui Trimedya sudah pernah disampaikannya kepada Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan.
"Saat rapat di DPP, saya sampaikan masalah ini ke Pak Pahala. Beliau terkejut, dengan masalah ini. Jadi kami meminta kepada KPK agar menyampaikan kepada masyarakat agar tidak menjadikan calon kepala daerah sebagai komuditi," sebutnya.
Mengenai calon yang akan diusung PDIP di Pilgubsu 2018, disebutkan Trimedya akan diumumkan paling lambat akhir September. Apalagi, seluruh Balon Gubsu yang melamar ke PDIP Sumut akan menjalani fit and proper test.
"Mudah-mudahan akhir bulan ini sudah diputuskan siapa yang akan diusung. Penentunya adalah hasil survei. Apakah hasil survei memungkinkan atau malah tidak, kalau hasil survei jelek tidak akan mungkin diusung," bilangnya.