Trump Masih Beri Iran Kesempatan Bertobat
Dalam sektor nonnuklir, Iran punya banyak nilai minus. Salah satunya tak mampu mengendalikan Garda Revolusi alias Iran’s Revolutionary Guard Corps (IRCG) yang diyakini Trump mendukung terorisme.
Trump berharap kongres melahirkan regulasi baru yang lebih ketat. Yakni, perundang-undangan yang menyinggung program rudal balistik dan terorisme. Dua hal itu sama sekali tidak diatur dalam JCPOA.
Jika kongres AS nanti tidak menghasilkan regulasi baru yang lebih tegas dan berisi ketentuan tentang dua hal tersebut, Trump akan langsung mengakhiri JCPOA.
Sebenarnya, Trump tidak bisa seenaknya mengakhiri kesepakatan tersebut. Sebab, selain AS, banyak pihak lain yang ikut membidani lahirnya JCPOA.
Jerman, Inggris, Prancis, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa (UE) ikut sibuk menggodok regulasi terkait dengan nuklir Iran selama sekitar 18 bulan sebelum akhirnya JCPOA diteken pada 2015. Sejauh ini, mereka menginginkan kesepakatan berlanjut.
Dari Kota Teheran, Presiden Iran Hassan Rouhani menyatakan kekecewaan terhadap Trump. Kemarin, Sabtu (14/10) dia mengatakan bahwa Iran akan tetap menepati komitmen dalam JCPOA.
Meskipun AS tidak menganggap sikap Iran sebagai bentuk kepatuhan, dia akan tetap bertahan. ’’Kami tidak akan mundur dari kesepakatan itu,’’ tandasnya.
Rouhani menyayangkan sikap Trump yang justru akan menjadi bumerang bagi AS tersebut. ’’AS sedang mengisolasi diri mereka sendiri. Mereka akan menjadi lebih kesepian ketimbang sebelumnya,’’ lanjut pemimpin 68 tahun tersebut.