Tulisan, Bisikan, dan Jejak Ideologis Bang Buyung
Buyung meninggalkan seorang istri, yakni Tengku Sabariah Sabaroedin, dan tiga anak: Maully Donggur Rinanda Nasution, Rasyid Alam Perkasa Nasution, dan Pia Ariestiana Rinanda Nasution. Juga 11 cucu dan 5 cicit. Di antara tiga anaknya itu, Rasyid dan Pia mengikuti jejaknya menjadi pengacara. Sedangkan anak pertama almarhum, Iken Basya Rinanda Nasution, lebih dulu menghadap Tuhan. Rencananya, Buyung dimakamkan di samping pusara Iken di TPU Tanah Kusir, Jakarta, hari ini (24/9).
Buyung mendirikan LBH pada Oktober 1970. Pemicunya adalah pengalamannya semasa menjadi jaksa. Dia kerap melihat warga yang pasrah dan tidak berdaya saat diadili. Akhirnya, setelah lulus S-2 dari Universitas Melbourne, Australia, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum 2007–2009 itu mendapatkan ide untuk membentuk LBH. Namun, konsekuensinya, dia harus terlebih dulu menanggalkan posisinya sebagai jaksa.
Karena keseriusannya, upaya mendirikan LBH tersebut bahkan didukung Soeharto, presiden saat itu. Soeharto membantu dengan memberikan sepuluh sepeda motor jenis vespa. Buyung mendirikan LBH bersama Nono Anwar Makarim dan Mar'ie Muhammad. Pada 1980 LBH naik status menjadi YLBHI.
Sepanjang karirnya, ada sejumlah kasus besar yang pernah ditangani Buyung. Antara lain kasus "Cicak-Buaya" Bibit-Chandra dan kasus korupsi proyek Hambalang yang menjerat Anas Urbaningrum. Yang terbaru, nama Buyung masuk dalam daftar pengacara yang membela koleganya, O.C. Kaligis.
Perjalanan panjang Buyung di dunia hukum sebagai jaksa, pengacara di LBH, dan pendiri firma hukum terpandang Adnan Buyung & Associates itulah yang membuatnya dekat dengan banyak kalangan. Itu pula sebabnya, kepergiannya mengundang ribuan pelayat untuk bertakziah ke rumah duka kemarin.
Tampak begitu banyak tokoh hukum yang turut datang untuk berbelasungkawa. Di rumah duka, jenazah Buyung berada di ruang tengah. Ketika Jawa Pos bertakziah, tampak Tengku Sabariah Sabaroedin, sang istri, tengah tersedu di dekat jenazah.
Tidak jauh dari istri almarhum, terlihat pengacara senior Muhammad Assegaf yang berkali-kali juga meneteskan air mata. Dia mengusap pipi yang basah dengan sapu tangan merah gelap. Saat berbincang dengan Jawa Pos, suara Assegaf -yang beberapa kali bekerja sama dengan Buyung dalam penanganan kasus-terdengar serak. Dia kerap menghentikan pembicaraan karena tak kuat menahan kesedihan.
Assegaf menceritakan, ada gagasan-gagasan almarhum yang diwariskan kepada semua penegak hukum. Sebulan lalu, misalnya, saat bertemu dengannya, Buyung tampak begitu gembira. Senyumnya merekah dan mereka mengobrol panjang lebar. Padahal, saat itu Buyung baru saja selesai cuci darah di RSPI.