Tunda Pengesahan RUU Pertanahan untuk Cegah Munculnya Masalah Baru
Pasal 154 berbunyi: ”Dalam hal pemegang HGU telah menguasai fisik tanah melebihi luasan pemberian HGU dan/atau yang diusahakan belum memperoleh hak atas tanah, status HGU ditetapkan oleh Menteri.
“Bayangkan saja saat ini menurut laporan jikalahari terdapat 1.8 juta ha lahan korporasi sawit dalam kawasan hutan termasuk menanam melebihi HGU, diduga akan dilegalkan melalui pasal ini, karena Menteri akan menetapkan statusnya, meskipun tidak jelas maksud status tersebut. Inilah yang selama ini dikhawatirkan akan terjadi dan harus dicegah, nyatanya akan dilegalkan. Maka kata deforestasi yang selama ini kita bantah dan kita anggap tidak dilakukan ternyata akhirnya harus diakui dan harus ditelan bulat-bulat,” kata Bambang Hero.
Bambang Hero mengungkapkan dirinya tidak tahu bagaimana reaksi terhadap respons dunia intdrnasional yang ternyata akhirnya tahu kalau deforestasi itu memang dilegalkan.
Bambang sendiri mengaku tidak bisa membayangkan bagaimana nasib kawasan konservasi dan seisinya dengan kehadiran RUU Pertanahan tersebut. Belum lagi dengan nasib masyarakat adat dan tanah ulayatnya maka tidak akan berbeda nasibnya.
“Lihat saja TN Tesso Nilo yang sudah hilang hutannya hingga 70 sampai dengan 80 persen dan sebagian besar berganti sawit, belum lagi TN lain di lokasi lain harus menerima kenyataan bahwa kawasan hutan yang berubah wujud tadi yang kita sebut tindakan ilegal dan harus dihukum ternyata pada akhirnya harus direlakan karena dilegalkan.
Menurut Bambang Hero, setelah melihat kondisi dan ancaman perusakan lingkungan hidup maka dirinya menolaknya atau menunda pengesahannya hingga RUU tersebut kembali kepada niat awalnya.
“Jangan sampai buruk rupa cermin dibelah dan jangan sampai karena nila setitik rusak susu sebelanga, hanya karena sekelompok orang yang mengatasnamakan untuk kepentingan masyarkat dan juga kepada mereka yang menggunakan dalih untuk efisiensi adminisrasi belaka,” kata Bambang.
Selain itu, Bambang juga menyebut tampaknya di pihak pemerintah belum ada kesepakatan karena beberapa kementerian dan instansi terkait belum dimintai masukannya. Sejumlah fraksi seperti PAN, PDIP dan PKB sudah secara terbuka meminta agar RUU Pertanahan tidak disahkan dalam periode ini.(fri/jpnn)