Tuntutan 5 Tahun Penjara untuk Eks Dirut PLN di Kasus Suap PLTU Riau-1
Isi LoI itu adalah masa kontrak selama 25 tahun dengan tarif dasar per kWh sebesar USD 5,4916. LoI itu juga menyepakati pembentukan perusahaan proyek yang akan menjadi pihak penjual berdasarkan PPA.
Namun, KPK ternyata menahan Setnov dalam kasus e-KTP. Akhirnya Eni melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 kepada Idrus Marham selaku sekjen Golkar. Eni juga menyampaikan kepada Idrus bahwa akan ada fee dari Johannes terkait proyek tersebut.
Pada 25 September 2017, Eni berkomunikasi dengan Idrus. Selanjutnya Idrus mengarahkan Eni untuk meminta uang USD 2,5 juta kepada Johannes untuk keperluan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Atas bantuan Sofyan, maka Eni memperoleh dana untuk kepentingan Munaslub Golkar serta uang untuk biaya kampanye suaminya pada Pilkada Kabupaten Temanggung. Eni bersama Idrus menerima imbalan berupa uang seluruhnya Rp 4,75 miliar yang diterima secara bertahap.
Pemberian uang sebesar Rp 2 miliar dilakukan pada 18 Desember 2018, selanjutnya Rp 2 miliar (14 Maret 2018), Rp 250 juta (8 Juni 2018), serta Rp 500 juta (13 Juli 2018). Selanjutnya sesaat setelah pemberian uang pada 13 Juli 2018, Johanes dan Eni ditangkap KPK.
"Uang sejumlah Rp 4,75 miliar diterima Eni Maulani Saragih dari Johannes Sutrisno Kotjo dengan maksud agar Eni dan Idrus Marham membantu untuk mempercepat atau setidaknya tercapai kesepakatan PT PJBI, BNR Ltd dan CHEC Ltd," tambah JPU Nanang Suryandi.
JPU menambahkan, Sofyan mengetahui bahwa Eni dan Setnov membantu Johannes untuk kepentingan Golkar. “Terdakwa (Sofyan, red) paham Eni dan Setnov membantu Kotjo untuk kepentingan Golkar, bukan tupoksi sebagai anggota DPR," ujar JPU.
Dalam surat tuntutan untuk Sofyan itu JPU juga membeber hal yang memberatkan hukuman. "Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan, belum pernah dihukum dan tidak ikut menikmati pidana suap yang telah dibantunya," kata JPU.(ANTARA/jpnn)