Tuntutan Hukum Mati Heru Hidayat Dinilai Tidak Cermat, Begini Analisis Pakar Hukum Pidana UI
jpnn.com, JAKARTA - Pakar hukum pidana Eva Achjani Zulfa menilai ada kekeliruan dalam tuntutan pidana hukuman mati terhadap terdakwa kasus korupsi Asabri, Heru Hidayat.
Dia menganggap syarat tuntutan mati itu tidak terpenuhi, apabila alasan jaksa bahwa terdakwa mengulangi tindak pidana.
Staf Pengajar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu mengatakan terdapat perbedaan pasal yang dikenakan jaksa terhadap Heru, yakni didakwa Pasal 2 ayat 1.
Namun, dalam tuntutan dikenakan Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Padahal dakwaan pada dasarnya merupakan mahkota yang dimiliki jaksa.
"Maka dari itu, dakwaan harus jelas dan cermat seta lengkap. Kekeliruan dalam dakwaan menyebabkan dakwaan batal demi hukum. Lihat Pasal 143 KUHAP. Karena dakwaan adalah panduan bagi jaksa dan hakim dalam memeriksa perkara," kata dia saat dihubungi, Kamis (9/12).
Eva melihat jaksa tidak menyelaraskan dakwaan dengan tuntutan. Sementara tuntutan yang sudah dijatuhkan adalah seumur hidup, maka yang berlaku adalah stelsel pemidanaan absorpsi, di mana pidana kemudian diserap pada waktu sebelumnya.
"Pengulangan tindak pidana atau recidive pada dasarnya adalah keadaan yang memperberat. Makna recidive atau pengulangan, apabila terdakwa sebelumnya telah divonis bersalah dan telah menjalani sebagian atau seluruh pidananya," terangnya.
Namun, lanjut dia, dalam perkara terdakwa Heru Hidayat yang ada bukan pengulangan. Sebagaimana syarat pengulangan yang tertulis dalam Pasal 486-489 KUHP, tetapi bersamaan tindak pidana atau samenloop atau disebut juga concursus.