Tuntutan Hukuman Mati Heru Hidayat dalam Kasus Asabri Tidak Tepat
"Masyarakat Indonesia setuju dengan hukuman mati belum tentu karena mereka punitif atau kejam, tapi bisa karena sistem penegakan hukum di Indonesia banyak kekurangan sehingga masyarakat merasa pelaku yang tertangkap perlu dihukum seberat-beratnya," kata Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid dalam keterangannya, Jumat (10/12/2021).
Aktivis HAM ini bahkan menyebut, politisi dan pejabat sering mengulangi klaim menyesatkan bahwa hukuman mati dan hukuman kejam lainnya membuat efek jera. Padahal menurut hasil riset berbagai lembaga, termasuk Amnesty, hukuman mati tidak menimbulkan efek jera.
"Justru yang menimbulkan efek jera adalah kepastian adanya hukuman, bukan tingkat kekejaman hukumannya. Jadi seharusnya dilakukan adalah membenahi sistem hukum yang masih melanggengkan impunitas, bukan semakin menambah tingkat kekejaman hukuman," tegas Usman.
Usman lantas mengapresiasi upaya untuk mengurangi penggunaan hukuman mati dalam draft RKUHP tentu patut apresiasi. Namun pasal-pasal yang menetapkan hukuman mati sebagai pidana alternatif masih memberikan banyak diskresi kepada hakim.
"Pasal 100 menyebut, Hakim dapat menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun. Kalau bergantung dengan keputusan hakim maka tidak bisa dipastikan akan terjadi pengurangan penggunaan hukuman mati," ucap Usman.
Terlebih berdasarkan laporan hukuman mati tahunan Amnesty International, 108 negara telah sepenuhnya menghapus hukuman mati dari undang-undang mereka, dan total 144 telah menghapus hukuman mati dalam praktik hukum mereka.
Jumlah vonis hukuman mati juga menurun 36 persen dari 2019 ke 2020, dan jumlah eksekusi mati juga menurun 26 persen.
"Indonesia seharusnya melihat tren global ini dan ikut menyadari bahwa hukuman mati adalah hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan derajat dan martabat manusia," ungkap Usman.(ray/jpnn)