Upah Terendah Rp 25 Juta per Bulan, Tuntut Naik Dua Kali Lipat
jpnn.com, JAKARTA - Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi menilai, Jakarta International Container Terminal (JICT) dan pemerintah perlu menyikapi dengan bijak rencana mogok kerja Serikat Pekerja (SP) JICT pada 15-20 Mei mendatang.
Pasalnya, jika mogok sampai terjadi hingga berhari-hari, dapat mengganggu perekonomian nasional. Karena pelabuhan merupakan jalur distribusi terbesar, sehingga harus dipastikan tetap beroperasi.
"Jadi perlu disikapi dengan bijak. Apalagi saya dengar, tuntutan mereka terkait kenaikan upah hingga dua kali lipat dari perjanjian kerja bersama 2016 lalu," ujar Siswanto di Jakarta, Senin (8/5).
Menurut Siswanto, tuntutan kenaikan upah dinilai kurang rasional. Karena secara luas diketahui upah untuk posisi terendah berkisar Rp 25 juta per bulan, di luar fasilitas non cash.
"Kenaikan yang diminta dua kali lipat ini tak rasional, apalagi mengingat semakin rendahnya produktivitas pekerja JICT," ucap Siswanto.
Selain itu, lanjutnya, mogok kerja SP JICT kemungkinan juga akan menuntut agar nilai bonus yang diterima selama ini tidak berkurang.
Padahal, bonus berkurang karena masuknya rental fee ke dalam penghitungan biaya. Sehingga nilai bonus pekerja berkurang.
"Kontrak yang diprotes SP JICT itu sah menurut pemerintah dan lembaga auditor negara. Jika bonus masih sesuai perjanjian kerja bersama yang lama, justru akan merugikan negara. Karena nilai yang diterima Pelindo II pasti berkurang," kata Siswanto.