Urgensi Pengawasan Terhadap Sistem Peradilan Dalam Rangka Transformasi Independensi Hakim yang Tepercaya
Ketiga, dalam penanganan perkara, undang-undang atau regulasi harus dapat secara seimbang mengatur kemandirian atau independensi hakim atau sistem peradilan dan penegakan hukum dengan akuntabilitasnya.
Sistem peradilan maupun penegakan hukum tidak boleh lagi terlihat sebagai lembaga yang eksklusif, namun menjadi terbuka dengan segala partisipasi dan pengawasan publik, tentunya dalam koridor peraturan perundang-undangan sehingga tidak terjadi “intervensi” yang juga mengundang mafia peradilan.
Pemisahan kekuasaan merupakan prinsip untuk menjamin kemerdekaan hakim, namun tidak berarti menjadi sebuah eksklusivitas.
Oleh sebab itu, harus ada ketentuan atau Standar Operational Procedure (SOP) yang menjamin penerapan good governance di kelembagaan serta penciptaan sistem acara yang bersih, khususnya dalam pertimbangan untuk pembuatan putusan.
Transformasi kepada digitalisasi dan pengawasan terpadu (surveillance) menjadi salah satu metode pemanfaatan teknologi untuk menciptakan sistem pengawasan sekaligus pencegahan pelanggaran.
Untuk menjamin pelaksanaan sistem dan kelembagaan peradilan yang bersih, berkapasitas, dan berkualitas, maka perlu dibuat sistem pengawasan yang ketat dan memadai.
Hal ini dapat diterapkan dengan membuat sistem pengawasan yang lebih melekat, misalnya dengan evaluasi 360 atau menyeluruh dari seluruh pegawai dan atasan terkait, sehingga mendapat penilaian obyektif dan komprehensif.
Membuat mekanisme pengaduan dan pelindungan terhadap pengadu secara konsisten (whistleblowing system). Audit terhadap peradilan harus dilakukan berkala, tidak hanya tentang keuangan, namun juga kepatuhan terhadap undang-undang, yakni kinerjanya.