Utami : Jika Tak Persiapkan Diri, Kita Terlempar ke Pinggiran
Dalam kesempatan berbeda, Sekretaris Ditjenpas Ibnu Chuldun menegaskan bahwa FGD yang digelar tiga hari itu berawal dari kehendak untuk menerjemahkan Visi Indonesia yang digagas dan dilontarkan Presiden dalam pidatonya, pertengahan Juli lalu.
Menurut Ibnu, renstra didasarkan pada perubahan pola pikir yang selama ini mengungkung dan membatasi jajarannya untuk berpikir lebih optimistis yang memungkinkan kinerja yang lebih baik. “Jadi, kami terus berupaya mengubah pola pikir yang selama ini membebani dan menghambat kreativitas tersebut,” kata Ibnu.
Ibnu menunjuk upaya Dirjenpas membangun Lapas Ciangir dengan klasifikasi minimum security, sebagai bagian buah dari pola pikir yang berubah tadi.
Tempat itu ke depan bukan hanya akan menjadi tempat pembinaan para WBP (napi), tetapi juga menjadi tempat edukasi dan agrowisata.
“Ibu Dirjen telah mengandeng kalangan professional, antara lain Dr Sriwahyuni, seorang ahli agrowisata dan agrobisnis, menjadi konsultan,” kata dia.
Selain itu, dalam kerangka revitalisasi pemasyarakatan, sebuah langkah strategis yakni melakukan klasifikasi warga binaan terus dilakukan.
“Kami terus melakukannya. Dari WBP berisiko tinggi (high risk) yang ditempatkan di lapas dengan tingkat pengamanan tinggi, terus ke bawah. Kami juga terus memantau dan melakukan assessmentperubahan perilaku para WBP. Kalau ada perubahan perilaku menjadi lebih baik, maka kami turunkan penempatannya ke hunian Lapas yang lebih rendah. Ke medium lalu pada saatnya Lapasminimum security,” kata Ibnu.
Idealnya, menurut Ibnu, ke depan itu lapas dengan pengamanan minimum itulah yang harus lebih banyak.