UU Anti-Berita Bohong Malaysia: Jurus Najib Membungkam Media
jpnn.com, KUALA LUMPUR - Langkah Perdana Menteri Malaysia Najib Razak mengajukan rancangan undang-undang anti-berita bohong diduga kuat sebagai upayanya membungkam media massa. Pasalnya, dilakukan jelang pemilihan umum yang bakal digelar akhir Agustus mendatang.
Pihak oposisi menganggap RUU itu tidak perlu. Pasalnya, Malaysia sudah punya regulasi yang mengatur soal berita bohong dan kebebasan berpendapat serta etika bermedia sosial.
"RUU baru itu hanya akan membuat media dan rakyat tidak bisa leluasa menggunakan hak mereka untuk menyampaikan pendapat,” kata Ong Kian Ming dari Partai Aksi Demokratis sebagaimana dilansir Reuters.
General Election 14 (GE14) alias pemilihan umum (pemilu) Malaysia yang akan datang merupakan episode penting dalam karir politik Perdana Menteri (PM) Najib Razak.
Tak heran pemimpin 64 tahun tersebut mengantisipasi segala hal yang berpotensi mencoreng reputasinya dan membuatnya kalah bertarung. Terutama skandal megakorupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB) yang masih terus membayang-bayanginya.
Rahmi Fadzil, direktur komunikasi Partai Keadilan Rakyat (PKR), menentang RUU tersebut. Dalam wawancara dengan Channel News Asia kemarin, Senin (26/3), dia menyebut RUU itu sebagai kerangkeng bagi media.
”Menteri Komunikasi Salleh Keruak harus bisa menjamin kebebasan media dan rakyat dalam mengekspresikan pendapat di dunia digital dan media sosial,” paparnya.
Sementara itu, N. Surendran, legislator asal Padang Serai, menganggap RUU anti-berita bohong itu sebagai fake law alias regulasi abal-abal.