UU Cipta Kerja Memudahkan Jalur Birokrasi Perizinan dan Mencegah Korupsi di Institusi
jpnn.com, JAKARTA - Peneliti bidang Ekonomi, The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) M. Rifki Fadilah mengatakan, Undang-undang (UU) Cipta Kerja diyakini bisa menciptakan efisiensi regulasi seiring dengan dihapusnya beberapa pasal dan UU yang menghambat pada perizinan usaha dan investasi.
"UU Cipta Kerja merupakan solusi dari salah satu permasalahan yang ditekankan oleh penilaian EODB (Ease of Doing Business) untuk Indonesia, yaitu persoalan perizinan hingga ketidakpastian hukum yang menjadi hambatan bagi pelaku usaha untuk berinvestasi selama ini," kata M Rifki di Jakarta, Senin (16/11).
Selain itu, UU ini juga diyakini meminimalisir terjadinya praktik institutional corruption di sektor manufaktur, karena berkurangnya transaction costs pada perizinan usaha dan investasi.
Secara teori, sambungnya, institutional corruption adalah jenis korupsi yang strategik dan sistemik yang bisa menghambat atau melemahkan suatu institusi untuk mencapai tujuannya.
Korupsi semacam ini, lanjut dia, berpotensi untuk menyalahgunakan wewenang dan aturan di badan pemerintahan, yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki uang dan pengaruh.
Institusi pemerintahan yang seharusnya bertujuan untuk mengayomi dan mendahulukan kepentingan publik, justru berubah haluan menjadi mendahulukan kepentingan orang-orang yang memberikan “amplop” paling banyak.
"Dengan demikian, UU Cipta Kerja diharapkan bisa menghindarkan biaya-biaya yang tidak diperlukan (transaction cost) karena adanya institutional corruption yang terjadi pada pihak-pihak tertentu," jelasnya.
Menurutnya, UU Cipta Kerja berpotensi secara langsung maupun tidak langsung untuk mendorong kemudahan berusaha dan berinvestasi, khususnya ke sektor manufaktur.