UU KPK Bakal Direvisi, Kewenangan Penyadapan dan Penuntutan Harus Dipertahankan
jpnn.com - JAKARTA - DPR RI tengah menggulirkan revisi atas Undang-Undang KPK. Upaya itu dianggap oleh banyak kalangan sebagai bagian dari upaya memperlemah KPK dengan memangkas kewenangan-kewenangan yang selama ini dimiliki komisi antirasuah itu.
Namun, mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua justru mengaku setuju dengan rencana revisi itu. Alasannya, UU KPK memang oerlu disesuaikan Dia setuju ada sejumlah perubahan yang perlu dilakukan agar menyesuaikan dengan perkembangan terkini.
"Melihat beberapa kasus yang ada, baik cicak vs buaya dan putusan praperadilan yang merugikan KPK, mau tidak mau UU KPK harus direvisi," kata Abdullah saat dihubungi, Rabu (17/6).
Salah satu yang perlu dirubah, lanjut Abdullah, adalah pasal tentang pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK. Menurutnya, harus ada penegasan bahwa KPK bisa mengangkat dan memberhentikan penyidik dari unsur kepolisian, kejaksaan, BPKP, lembaga pendidikan tinggi atau lembaga swasta.
Selain itu, ketentuan lain yang perlu direvisi adalah tentang pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK. Ia menyarankan, PNS yang dipekerjakan di KPK maka otomatis berstatus sebagai pegawai tetap di komisi anti-rasuah itu.
Sedangkan pasal yang perlu dipertahankan adalah tentang kewenangan KPK yang selama ini membuat menjadi efektif. "Pasal yang tidak boleh diubah adalah yang berkaitan dengan penyadapan, penuntutan, penyitaan, koordinasi dan supervisi," tambahnya.
Lebih lanjut Abdullah mengatakan, proses revisi atas UU KPK harus dikawal ketat oleh masyarakat dan media massa. Sehingga, kewenangan KPK tidak sampai diamputasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan. "Perlu juga ada gentlemen agreement di antara KPK dan Komisi III DPR agar pasal-pasal yang merupakan urat nadi KPK tidak diamandemen," pungkasnya. (dil/jpnn)