UU Migas Buka Peluang Liberalisasi
Rabu, 18 April 2012 – 03:04 WIB
Ia mencontohkan, mekanisme kontrak kerja sama seperti diatur pasal 1 angka (19) sangat merendahkan martabat negara ini karena kontrak kerja sama yang berkontrak adalah Badan Pelaksana (BP) Migas atas nama negara berkontrak dengan korporasi atau korporasi swasta yang selalu menunjuk arbitrase internasional jika terjadi sengketa.
’’Akibat hukumnya apabila negara kalah dalam sengketa ini berarti juga kekalahan seluruh rakyat Indonesia. Di situlah inti merendahkan martabat negara. Sebab, Pasal 1 angka (19) itu menimbulkan ketidakpastian hukum, khususnya pemaknaan kontrak lainnya,’’ papar Syaiful.
Hal ini mengakibatkan posisi pemerintah sejajar dengan perusahaan asing, sehingga potensial dapat digugat di Mahkamah Internasional. Seperti saat UU Migas akan direvisi pada 2005 muncul reaksi dari perusahaan asing yang mengancam menggugat pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional.