Vaksinasi COVID-19 di Indonesia Dimulai, Nakes Takut Protokol Kesehatan Mengendur
"Dengan digembar-bemborkannya vaksin, kekhawatirannya ada euforia dari masyarakat sehingga tidak menjalankan protokol kesehatan. Padahal sebenarnya vaksin kan butuh waktu yang lama [karena] saat ini baru ada tiga juta dosis vaksin, sementara kita butuhnya 400 juta dosis."
"Yang saya takutkan protokol kesehatan masyarakat semakin melemah, terbukti dari adanya angka penurunan pengguna masker."
Pemerintah diminta mengkomunikasikan pesan dengan jelas
Dokter Rakhmad Hidayat, dokter spesialis syaraf di RS Universitas Indonesia dan RS Sari Asih Ciputat menyambut baik vaksinasi dan prioritas kepada tenaga kesehatan, meskipun ia mengaku harus menunggu sebelum menerima vaksin.
"Saya sebenarnya siap, cuman ya saya kebetulan punya kormorbid, jadi ya ditunda dulu. Saya ada diabetes, jadi saya termasuk yang tertunda [divaksin]."
Sama seperti dr Andika, dr Rakhmad lebih mengkhawatirkan komunikasi dan pesan yang sampai di masyarakat dibanding vaksin itu sendiri.
"Karena Sinovac memakai teknologi lama yang sudah digunakan vaksin-vaksin sebelumnya, maka kalau ditanya apakah aman, kita percaya vaksin ini aman sih," tuturnya kepada ABC Indonesia.
"Yang saya khawatirkan sebenarnya bukan vaksinnya sih. Saya selalu melihat vaksin sebagai jalan keluar terakhir, bukan jalan keluar utama. Pesan ini yang harus sampai dan jelas ke masyarakat."
"Kita enggak jelas informasinya, semua yang dikemukakan adalah soal emergency-nya, soal 'vaksin sudah datang, kita harus disuntik segera, kalau enggak nanti bahaya', komunikasi ini yang menurut saya agak salah dari pemerintah ... sehingga seolah-olah [kesan yang ditangkap] pemerintah sudah terlanjur beli [vaksin], jadi harus dipakai."